Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Tampilkan postingan dengan label Magelang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Magelang. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Januari 2013

Makam, Sejarah Kota yang Jarang Diperhatikan

Menjelang tutup tahun 2012, saya sempat mengantarkan pakdhe saya pindah rumah, dari kampung Jaranan ke Giri Loyo. Ya, pakdhe saya baru saja menempuh kehidupan baru, jadinya beliau harus pindah rumah, terpisah dari keluarga yang di Jaranan sekarang. Di kompleks rumah pakdhe saya yang baru, suasananya serba kelam, sepi dan tidak tampak tanda kehidupan, kecuali mereka yang bertugas membersihkan kompleks itu.

Selasa, 25 Desember 2012

Surat Tagihan Pungutan Verponding 1935

Beberapa waktu lalu, saya memenangkan lelang dokumen kuno di jejaring sosial. Dokumen itu merupakan surat tagihan pungutan verponding yang kini dikenal sebagai PBB. Surat tagihan ini dikirimkan oleh kepala inspeksi keuangan Magelang pada tanggal 10 Oktober 1935 jam 1500, sesuai dengan cap pos pada surat ini. Surat yang berupa warkat pos ini merupakan surat dinas, sehingga dibebaskan dari porto.

Selasa, 18 Desember 2012

5 cm, van der Steur, dan Eksploitasi Wisata

Beberapa hari ini, jagad perfilman di negeri ini dihebohkan dengan tayangnya film '5 cm' di jaringan bioskop di berbagai kota. Entahlah film apa ini, karena aku sendiri tidak tertarik. Menurut beberapa teman yang sudah menonton maupun membaca novelnya, ini mengambil latar pendakian gunung. Dan komentar mereka yang telah menonton film ini hampir seragam, 'Pengen mendaki gunung (lagi)'.

Sabtu, 24 Maret 2012

Jelajah Grabakmerbabu - Candiumbul

Sebenarnya ini bukan penjelajahan yang direncanakan, cuma ide yang melintas secara tidak sengaja. Mumpung berada di sekitar lokasi, mengapa tidak kita eksekusi saja. Awalnya hanya perjalanan pulang dari Banaran bersama Ryan. Sesampai daerah Ngipik, timbul ide untuk mencari eks setasiun Grabagmerbabu dan Candiumbul. Karena mendadak, tidak ada persiapan peta ataupun kamera. Lokasi setasiun pun hanya mengandalkan perasaan dan ingatan saja.

Selasa, 24 Januari 2012

Djeladjah Djaloer Spoor bersama Kota Toea Magelang

Kembali Kota Toea Magelang hajatan. Kali ini acaranya menelusuri jejak jalur mati Magelang Kota - Secang - Temanggung - Parakan yang dikemas dengan nama "Djeladjah Djaloer Spoor". Kegiatan yang diikuti oleh sekitar duapuluh orang ini dilaksanakan tanggal 22 Januari 2012. Bagi mereka yang tidak dapat mengikuti acara ini karena sesuatu dan lain hal, berikut ini disajikan cerita ringkas dan beberapa informasi yang tidak terdapat di dalam booklet Djeladjah Djalur Spoor yang diterbitkan secara terbatas.

Jumat, 11 November 2011

Tamatnya Perbioskopan Magelang

Beberapa orang menganggap tanggal 11 November 2011 merupakan tanggal yang istimewa, karena dinotasikan sebagai 11-11-11. Tak heran ada yang menggunakan tanggal tersebut sebagai salah satu milestone dalam kehidupannya. Banyak pasangan yang memutuskan menikah pada tanggal tersebut. Ada juga ibu yang memilih melahirkan anaknya pada tanggal tersebut.

Kamis, 03 November 2011

Nasib Kereta CR

Kereta CR di Magelang Kota
Photo courtesy: IRPS (Fajar Arifianto)
Akhirnya nasib kereta CR ini jelas sudah. Kereta ini akan dipreservasi di Museum Kereta Api Ambarawa. Rekan dari Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT KA memberikan informasi bahwa kereta akan diangkut ke Ambarawa dengan menggunakan trailer besok Selasa, 08 November 2011. Ya, kereta CR diambil pemiliknya setelah sekian lama tidak terurus.

Kembali lagi Magelang kehilangan artefak perkeretaapian. Setelah kita kehilangan sinyal masuk Mertoyudan dari arah Magelang, emplasemen timbangan di Blabak, bangunan setasiun Blabak yang semuanya hilang karena pelebaran jalan. Ini belum termasuk emplasemen setasiun Secang yang rusak parah karena dipakai untuk lahan parkir truk.

Jumat, 28 Oktober 2011

Aula MULO Tinggal Kenangan

Aula SMP 1
courtesy Franky Prianto
Kaget dan kecewa. Itu perasaan saya setelah melihat foto aula baru SMP 1 Magelang. Berubah total dari yang pernah saya lihat ketika bersekolah di sana. Bangunan lama terlihat antik dan gagah, sedangkan bangunan baru tampak kotak begitu saja dan terdiri dari 2 lantai.

Peta MULO Magelang
Yah ... mungkin kita kecolongan lagi. Setelah bangunan bangsal RSU hilang, bioskop Kresna dalam tahap pembongkaran, dan sekarang aula lama SMP 1 Magelang tinggal kenangan. Memang, di daftar yang dikeluarkan Disporabudpar Kota Magelang, SMP 1 atau eks MULO memang masuk ke dalam daftar bangunan bersejarah. Sayangnya tidak dirinci bangunan mana saja yang menjadi bangunan bersejarah. Padahal, di peta berangka tahun 1923, bangunan tersebut telah masuk dalam gambar.

Semoga saja ini menjadi yang terakhir ... dan kita tidak kehilangan bangunan bersejarah lagi.

Selasa, 18 Oktober 2011

Jalur Sepeda Hilang?

Jalur Sepeda
Bagi kaum pesepeda, gambar berikut mungkin jadi impian. Ya, Pemerintah Kota Magelang telah menyediakan jalur sepeda, yang terpisah dengan jalur cepat. Pada gambar yang diambil tahun 2009, jalur sepeda memiliki lebar sekitar 3 meter dan dipakai untuk dua arah. Mungkin jalur semacam ini hanya tersedia di beberapa kota saja. Bahkan, Jakarta saja masih mimpi membuat jalur sepeda seperti ini.

Tetapi, apa yang terjadi sekarang? Pemerintah kota Magelang mulai menata jalur sepeda. Entah ini ide dari mana, penataan yang ada malah akan mencampurkan jalur pejalan kaki dengan jalur sepeda yang telah ada sebelumnya. Penataan ini satu paket dengan penataan pedagang kaki lima yang berdagang di sepanjang Jl. Pemuda Magelang.

Sabtu, 03 September 2011

Turangga Tinitihan Sesekaring Bawono #2

Akhirnya tulisan "Turonggo Seto Titiane Sesekaring Bawono" pada patung Diponegoro di alun-alun Magelang dihapus juga. Entahlah, tulisannya akan dikembalikan ke tulisan aslinya atau tidak. Semoga pemerintah kota Magelang tidak melupakan sejarah dengan mengembalikan tulisan di kaki patung ini seperti semula, "Turangga Tinitihan Sesekaring Bawono"

Kamis, 02 Juni 2011

Turangga Tinitihan Sesekaring Bawono

Patung Diponegoro
(koleksi pribadi)
Bagi yang pernah tinggal di Magelang, ataupun memiliki kenangan dengan kota Magelang hampir semua tahu tetenger kota yang satu ini. Patung Pangeran Diponegoro di alun-alun kota Magelang. Tetapi seberapa banyak yang memperhatikan tulisan di landasan patung tersebut?

Foto di samping adalah foto yang diambil sebelum tahun 1983. Di kaki patung tersebut bertuliskan "Turonggo Tinitihan Sesekaring Bawono". Apabila tulisan tersebut diartikan letterlijk berarti kuda yang dinaiki bunga bangsa.

Apakah tulisan tersebut hanya bermakna seperti itu saja? Ternyata jauh lebih dalam artinya. Tulisan tersebut adalah sengkala, yang memiliki makna yang dalam. Sengkala ini dijadikan penanda kapan patung ini didirikan. Sengkala yang dipakai adalah surya sengkala, yang didasarkan pada kalender matahari

Minggu, 30 Januari 2011

Ruang Publik

Akhirnya, setelah alun-alun Bandung dipagari, seolah-olah warga Bandung kehilangan sebuah ruang publiknya kembali. Pagar yang tinggi dan gagah terkesan angkuh, seolah-olah menantang setiap warga yang hendak memanfaatkan ruang publik tersebut untuk beraktivitas. Memang, awalnya ditujukan untuk mencegah pedagang kaki lima berjualan di kawasan alun-alun, dan sejauh ini cukup berhasil. Kalau memang hanya untuk mencegah pedagang berjualan di sana, mengapa sebelum dipagari, para pedagang itu tidak ditertibkan, padahal selama ini, aparat ketertiban selalu mangkal di sana. Apakah dengan pemagaran ini akan mencegah adanya pedagang di sana untuk selamanya?

Nama Jalan di Magelang Tempo Doeloe

Berawal dari pencarian peta topografi Magelang untuk penelusuran rel mati di Magelang, aku memperoleh peta kota Magelang. Peta kota berangka tahun 1923 memuat gambar kota Magelang yang tidak jauh berbeda dari yang ada sekarang. Memang, hampir semua jalan mengalami perubahan nama. Tapi tidak jarang, kita masih menggunakan nama jalan yang lama, meski nama resminya sudah berbeda jauh.

Minggu, 09 Januari 2011

Hari Bebas Kendaraan Bermotor

Saat ini, dengan mengusung isu ramah lingkungan, berbagai kota di negara ini seolah berlomba-lomba mengadakan acara hari bebas kendaraan bermotor (HBKB). Beberapa ruas jalan ditutup untuk kendaraan bermotor, dan menjadi tempat beraktivitas warga kota di pagi hari. Entah itu bersepeda, lari pagi, maupun melakukan aktivitas olahraga lainnya.

Senin, 04 Oktober 2010

Sub Dipo Setjang

photo courtesy: Soli Saroso


Stasiun SCA di masa aktifnya
photo courtesy: semboyan35.com
Bermula dari sms babe yang isinya seperti ini "Wis duwe pics bekas bengkel stasiun Secang?" Wah, si babe berhasil menemukan eks sub dipo Setjang (SCA, 3314). Terus terang, sebenarnya belum tahu kalau di SCA ada sub dipo. Sejauh yang aku tahu, sub dipo ada di Magelang Kota (MG, 3320). Ketika ditanyakan kepada sesama railfans, menurut mereka, harusnya ada, karena dulu menjadi tempat penggantian lokomotif untuk rangkaian yang berasal dari Yogyakarta (YK, 3020) yang menuju Ambarawa (ABR, 3306) dengan lokomotif bergigi.


Dari hasil penelusuran, eks sub dipo SCA sekarang lokasinya menjadi berada di tengah pemukiman, kurang lebih 100 meter utara emplasemen SCA. Kondisinya sangat memprihatinkan. Atapnya sudah hilang dan bisa dibilang hampir tidak terdapat jejak kalau di sana pernah ada sub dipo. Bahkan di dalam bekas sub dipo, sebuah rumah berdiri di dalamnya.

Kondisi terkini sub dipo SCA
photo courtesy: Soli Saroso
Yah, memang sangat memprihatinkan kondisi infrastruktur perkeretaapian pasca ditutupnya jalur ABR - MG - YK. Apalagi jalur ini sudah mati sekitar 30 tahun. Banyak yang kondisinya menjadi tidak terawat, tidak banyak juga yang sekarang musnah. hilang tidak berjejak Bisa jadi, masyarakat tidak tahu, kalau di sana pernah terdapat infrastruktur perkeretaapian yang sangat besar di masanya. Apakah ini hanya menjadi cerita manis yang akan terkubur oleh zaman?

Memang, sempat ada wacana untuk kembali menghidupkan jalur ini untuk mengurangi beban jalan raya. Tapi apabila menggunakan road bed yang sama dengan jalur tahun 1970-an, sangat tidak mungkin. Selain biayanya mahal, hampir seluruh roadbed dan infrastrukturnya sudah beralih fungsi.

Semoga saja, jejak perkeretaapian di Magelang dan sekitarnya tetap ada dan tidak begitu saja dilenyapkan ...

Kondisi terkini emplasemen dan stasiun SCA
photo courtesy: Soli Saroso

Sabtu, 11 September 2010

Jelajah Jalur Mati Seputar Magelang

Berhubung nggak ada kerjaan di lebaran hari kedua, aku memutuskan untuk menjelajahi jalur mati seputar Magelang. Rute yang dipilih, dari Halte Magelang Alun-Alun (MGL) ke arah utara sampai Stasiun Payaman (PYM, 3315), kira-kira sejauh 7 km. Karena nggak sanggup kalau harus jalan kaki sejauh itu, dipilihlah Urbano 3.0 untuk menemani jelajah jalur mati. Selain rutenya seliable, sisi kiri dan kanan baan juga sudah berubah menjadi pemukiman padat. Selain itu, kalau sewaktu-waktu harus putar arah karena rutenya buntu juga nggak terlalu ribet.

Penjelajahan bekas jalur NIS yang dibuka tanggal 15 Mei 1903 ini dimulai pukul 0800 dari halte MGL menuju Stasiun Magelang Kota (MG, 3320). Bekas baan  telah berubah menjadi jalur lambat. Menjelang Stasiun MG, tepatnya di perempatan Kodim 0705, dari arah barat terlihat tiang bekas andreas cross. Tepat di bawah lampu lalu lintas, terlihat pulley, entah pulley bekas kawat sinyal, atau PJL.

Menjelang emplasemen MG dari arah selatan, di sebelah timur terdapat kantor Distrik Jalan Rel Dinas Jalan dan Bangunan Seksi 65 Distrik 65A Magelang. Di belakang kantor distrik jalan rel 65A, masih terdapat dua buah rumah dinas PJKA yang sekarang entah dihuni siapa. Emplasemen MG kini berubah menjadi terminal angkutan kota dan pangkalan travel. Di barat laut emplasemen, masih terdapat bekas sub dipo yang kini difungsikan sebagai bengkel las.

Kereta CR yang menjadi peringatan pernah ada jalur kereta di Magelang, keadaannya semakin memprihatinkan. Selain catnya semakin kusam, dinding kayunya semakin lapuk. Kondisi dalamnya kotor dan tidak terawat, karena saat ini menjadi tempat tinggal gelandangan. Sebenarnya, konumen ini menjadi tanggung jawab siapa untuk merawatnya? Apakah monumen ini dibiarkan hancur pelan-pelan? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.

Semakin ke utara, menyeberang Jl. Urip Sumoharjo, jalur memasuki kampung Menowo. Tidak jauh dari sana, masih terlihat sinyal masuk MG dari pihak Payaman (PYM, 3315). Semakin ke utara, rel menyeberang sungai Manggis. Jembatan ini telah berubah dari bentuk aslinya. Semula berupa jembatan rasuk, tapi setelah digunakan untuk lalu-lintas warga, ditambahkan railing di kedua sisinya.

Perjalanan menyusuri petak MG - PYM pun berlanjut. Kiri kanan bekas jalur sudah menjadi pemukiman padat. Terkadang batangan rel terlihat muncul dari jalan. Satu-satunya petunjuk bahwa di sini bekas rel adalah jajaran tiang dan kawat telegrap yang masih tersisa. Selepas rel memotong jalan Barito, rel tidak dapat disusuri lagi dan harus mengambil jalan memutar. Sebenarnya, rel menyusuri tepian sungai Manggis hingga memotong sungai Manggis di depan RSJ.

Setelah mengambil jalan memutar, kembali menyusuri rel menuju PYM. Bekas rel sekarang ditutup aspal dan digunakan sebagai jalan warga. Uniknya, nama jalan ini adalah jalan Lokomotif. Mungkin dijadikan peringatan, kalau dulu pernah ada lokomotif berjalan hilir mudik di sini. Menurut data yang ada, di antara MG dan PYM terdapat halte Magelang Kramat (MGK, dahulu Gesticht). Sayangnya, jejaknya tidak ditemukan, di mana lokasi pastinya.

Lewat belakang SPBU Sambung, jalur mulai membelah persawahan. Di berbagai titik, besi rel masih terlihat jelas, berikut dengan sambungannya. Terkadang tampak bantalan kayu yang sudah lapuk. Batuan yang berserakan di sini, mungkin bekas kricak yang dulu digunakan di lintas ini.

Menjelang masuk PYM, sinyal masuk dari pihak MG terlihat masih berdiri, meski kondisinya tidak sebagus sinyal masuk MG dari pihak PYM. Tidak seberapa jauh, nampak tiang, mungkin bekas papan perintah semboyan 35. Memasuki wesel dari arah MG, kedudukan terakhir wesel masih dapat dilihat menuju sepur lurus. Di sekitar emplasemen, juga masih terlihat bekas pulley untuk wesel atau sinyal masuk.

Emplasemen PYM yang terdiri dari 2 jalur dan 1 sepur badug ini sekarang digunakan sebagai lahan parkir warga setempat. Sayang sekali, wajah stasiun PYM telah mengalami perubahan. Warga membangun tembok di bagian depan dan mengganti jendela di sisi utara stasiun sehingga agak menyamarkan bentuk aslinya.

Berjalan arah Secang (SCA, 3314) didapati dua buah percabangan wesel bandul layan setempat. Wesel terdekat dari arah PYM menuju ke sepur badug, sedangkan wesel berikutnya adalah wesel ke jalur 2. Wesel ke arah sepur badug ini terlihat menggantung. Mungkin pematang relnya sudah digali, sehingga terlihat menggantung. Sedikit ke utara, penelusuran tidak dapat diteruskan ke arah SCA karena lintasan sukar dilalui, dan kembali lagi ke arah MG lewat jalan raya.

Melewati MG, perjalanan diteruskan ke stasiun Magelang Pasar (MGP, 3330) melalui MGL. Lintas MG - MGP kini telah berubah menjadi jalur lambat di sepanjang Jl. Ahmad Yani dan Jl. Pemuda. Sisa-sisa peninggalan jalur hanyalah tiang telegrap dan kawarnya, karena jalur sudah ditimbun dengan aspal. Stasiun MGP sudah tidak terlihat lagi bentuk aslinya, karena sudah berubah menjadi kompleks pertokoan PJKA.

Sesampai MGP, aku berusaha menelusuri jalur masuk MGP dari arah stasiun Banyurejo (BNJ, 3331). Dari MGP terlebih dahulu mengambil jalur jalan raya sampai ke titik pertemuan dengan jalur rel di daerah Soka. Di Soka, berbalik ke utara, ke arah MGP menelusuri rel. Lagi-lagi petunjuk yang didapati hanyalah jajaran tiang dan kawat telegrap. Di beberapa tempat, besi bekas rel digunakan warga sebagai pembatas jalan kampung. Jalur ini hanya dapat aku telusuri sampai persimpangan di Jl. Beringin IV, karena bekas jalur ini tertutup aktivitas warga.

Ah, capek tapi cukup puas menelusuri sedikit lin Magelang dengan lintas Ngombak - Kricak - Parakan. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti lokasi pasti halte MGK, seperti apa sub dipo MG, lokomotip apa yang melayani jalur ini, dan pertanyaan lainnya. Semoga di lain waktu ada literatur yang bisa mengungkapnya ....

Minggu, 22 Agustus 2010

Kelas 1-7 Tinggal Kenangan

Pagi ini, seperti biasa, sehabis ibadah pagi di GKJ Magelang, mampir sarapan di Pak Trimo, lalu pulang lewat SMA 1. Ketika lewat di depan SMA 1, ada pemandangan yang cukup menyedihkan. Kelas 1-7, kelasku dulu dibongkar. Hilang sudah kelas yang pernah kuhuni 11 tahun yang lalu.

Mungkin buat sebagian orang, pikiran saya berlebihan. Toh itu cuma kelas saja yang sudah lama ditinggalkan. Itu juga barang millik negara. Terserah negara dong kalo mau diapain. Kasarnya, kalau itu kelas mau dibakar sama negara, situ ndak usah protes.



Yang jelas, pas dibongkar, merasa ada yang hilang. Karena posisinya yang terpisah dari kelas lain, menjadikan kelas ini unik. Penghuninya sampai menyebut kelas ini sebagai villa. Kelas yang unik yang pernah ditinggali beberapa angkatan di atasku dan dibawahku, menjadi bagian dari mereka yang pernah menghuninya. Banyak kenangan tak terlupakan selama menghuni villa yang satu ini. Kelas ini hanya menyisakan cerita, bahwa dulu, pernah ada kelas yang unik di SMA 1.

Ah, meski villa sudah tidak ada lagi di sekolah ini, tapi kenangan kelas villa tetap ada di hati.

Foto atas: kelas 1-7 yang tinggal kenangan, diambil tanggal 22 Agustus 2010, courtesy Tommy Aditya
Foto bawah: kelas 1-7 semasa masih ada, courtesy Nur Azizah Eka Wardhani

Kamis, 24 Juni 2010

Pa van der Steur

Beberapa lama aku menyimpan pertanyaan ini. Siapakah van der Steur itu? Apa karyanya di Magelang? Di mana jejak karyanya di Magelang. Setelah mengumpulkan data dan keterangan dari berbagai sumber, akhirnya sedikit terbuka informasi tentang hal ini.

Pa van der Steur, terlahir Johannes van der Steur, pada awalnya memulai pelayanannya sebagai rohaniwan militer di tangsi Magelang. Di masa berikutnya, beliau mendirikan panti asuhan yang nantinya diberi nama Oranje Nassau. Menurut cerita, anak asuhnya dipaksa meninggalkan Magelang menuju Jakarta, untuk menimbulkan kesan, karya Pa van der Steur sudah tidak ada lagi.

Saat ini, untuk mencari jejak karya Pa van der Steur di Magelang, terbilang agak susah. Ketika mencari referensi di dunia maya, informasi yang didapat hanyalah TK, SD, dan SMP Pa van der Steur di Pondok Gede, yang dinaungi Yayasan Pa van der Steur.

Sedikit pencerahan didapat ketika ada informasi, bahwa dulu, daerah di sekitar kantor dinas sosial (kurang tahu, apakah sekarang dinas sosial masih berkantor di sana) di Jl. Diponegoro, disebut Pandestiran. Memang, pandestiran dan Pa van der Steur kedengaran mirip. Apakah ini lidah setempat yang sulit mengeja Pa van der Steur sehingga dilafalkan menjadi pandestir? Dan apakah panti asuhan yang di sana dulu pernah dikelola Pa van der Steur? Perlu penelitian yang lebih lanjut untuk menemukan jawabannya.

Semoga celotehan saya ini sedikit banyak membuka sejarah kota Magelang yang baru sedikit terungkap. Mohon koreksinya apabila ada kesalahan.

kisah Pa van der Steur lebih lengkap dapat dibaca di sini.

Jumat, 18 Juni 2010

Pilkadal Aftermath

Di pagi yang agak mendung di Magelang, hari dimulai dengan membaca Kompas. Di Kompas Regional Jawa Tengah kok ada berita yang rada ndak mutu. Intinya ada salah satu kontestan Pilkadal yang kalah njuk protes karena yang menang ada cacatnya.

Asli, ndak mutu tenan. Kok masalah cacat ini baru dimasalahkan setelah ketahuan pemenangnya. Kok protesnya ndak dari kemaren-kemaren pas calon yang bermasalah dinyatakan boleh ikut pilkadal. Paling-paling yang bersangkutan ndak trimo kalau kalah. Telanjur udah keluar duit banyak, tapi hasilnya nol besar.

Saya nulis gini bukan ndukung siapa-siapa, tapi cuma sebel aja sama badut sirkus yang salah panggung pentas.

Senin, 07 Juni 2010

Pilkadal Magelang: KPK, Kepriye Pasare Kang?


Minggu, 060610, warga kota Magelang melaksanakan Pilkadal, alias Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Entah siapa yang terpilih menjadi AA 1 A menggantikan Fahriyanto, yang jelas ia harus berani mengambil keputusan untuk membawa Magelang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tentu saja yang tidak terpilih harus mau legowo, mengakui kekalahannya dan bersama-sama membangun Magelang.

Satu masalah yang masih belum terselesaikan di masa kepemimpinan walikota sebelumnya adalah masalah Pasar Rejowinangun yang kobong hampir dua tahun lalu, tepatnya tanggal 26 Juni 2008. KPK, Korban Pasar Kobong sudah cukup lama menunggu kapan pasar ini akan dibangun kembali. Entah setan mana yang menunda pembangunan pasar ini, yang jelas sampai sekarang belum ada tanda-tanda pasar ini mau dibangun kembali.

Pejabat Walikota yang baru diharapkan berani mengusut, mengapa proses pembangunan pasar ini semakin tidak jelas. Beliau diharapkan memberikan dukungan penuh sehingga pihak yang bertanggung jawab atas kacrutnya pembangunan kembali pasar ini diseret ke pengadilan. Buktikan kalau janji kampanye kemarin tidak asal nggambleh. Segenap warga Kota Magelang menanti kiprah pejabat baru melakukan tindakan nyata membangun Kota Magelang. Warga tidak ingin hanya bertanya KPK, Kepriye Pasare Kang, dan diminta mencari jawabnya pada rumput yang bergoyang.

Selamat bertugas buat AA 1 A yang baru, buktikan janji kampanyemu.

Foto atas, suasana pasar dua hari setelah terbakar, 28 Juni 2008
Foto bawah, keadaan pasar 22 Juni 2009
Photo courtesy : Soli Saroso