Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Selasa, 28 April 2009

Wisata Tour PPMKI 25-26 April 2009: Leg 1, Magelang - Wonosobo

Dalam rangka HUT Kota Magelang yang ke 1103, PPMKI mengadakan Wisata Tour selama 2 hari. Karena event ini cuma sekali dalam setahun, nggak rugi deh dibela-belain cuti buat ikutan. Jadi bagi yang kemaren nyangka cuti karena mau lamaran or alasan lain yang sejenis, salah besar. Yang bener ya cuma ikutan rally ini.

Event kali ini sama seperti tahun kemaren, armada yang diturunkan si Combi 1979 B 7049 TP. Bedanya cuma kelas yang diikuti. Kalau tahun kemaren terjun di kelas mobil baru, tahun ini turun di kelas replika dengan lucky number 48.

250409, leg 1 Magelang - Wonosobo, seluruh kontestan berkumpul di alun-alun Magelang di mana garis start berada di depan Polresta Magelang. Karena zero car dilepas jam 0720 dengan interval 1 menit, maka start si combi jam 0808. Pas soal baca soal, sub trayek 1 mengarah ke selatan, ke arah jalan beringin, berakhir di pal kilometer MGL 1/76 1/PWR 43. Di sub trayek ini sempat terkecoh dengan pos palsu dan lewat satu pos waktu, karena nggak teliti baca soal. Sub trayek berikut, peta tulip yang berakhir di lampu rambu Pakelan. Nggak gitu sulit sih untuk peta tulip. Semua berjalan lancar untuk sub trayek 2.

Sub trayek 3 dimulai dari lampu rambu Pakelan mengarah ke selatan, arahPurworejo dengan tujuan akhir sub trayek di Armada Glass Tempuran. Sub trayek 4 dan 5 dengan tujuan akhir Salaman dengan rute lintas desa dengan 1 pos waktu di akhir sub trayek 4. Kayaknya di pos waktu ini ketepatan waktu nggak diperhatikan, jadinya kena hukuman yang lumayan besar. Menjelang akhir sub trayek 5, sempat agak terlewat 1 pos waktu, karena kurang teliti baca soal, tepatnya di bundaran Salaman. Harusnya BKR di T (Belok kiri di pertigaan) dulu, tapi malah nggak dibaca. Akhirnya balik lagi demi satu pos waktu.

Rute berikutnya, Salaman - Wonosobo lewat Kaliabu, dengan 3 sub trayek. Sub trayek ini cukup menantang, karena jalurnya berkelok-kelok, sempit serta penuh tanjakan dan turunan. Di rute ini ada yang pos yang lumayan unik. Sebuah pos rute ditempatkan di dekat pedagang durian. Kali aja, panitia setelah menutup pos rute dilanjutkan pesta durian.

Menjelang finish leg 1 di pendopo kabupaten Wonosobo, berhenti sebentar di alun-alun Wonosobo untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Ketika waktu dirasa pas, baru deh masuk finish leg 1. Di akhir leg 1 ini, peserta dijamu oleh Pemkab Wonosobo dengan kesenian tradisional, sambil beristirahat dan menunggu leg berikutnya yang akan dimulai jam 1300 untuk zero car.

Senin, 27 April 2009

Untitled

Sebenernya sih nggak pengen nulis yang kaya ginian, tapi kok lama-lama jadi terganggu juga dengan semua hal yang aneh-aneh ini.

Apa alasannya kok sampai-sampai coba menghentikan hobi nyepur saya, wong saya dah kenal sepur sebelum kenal sama sampeyan.
Kenapa sampeyan melarang saya liat sepur di tasiyun, lha saya liat sepurnya dari peron kok, tidak mengganggu maupun membahayakan perka dan orang lain.
Kalau situ ndak suka sama kegiatan saya yang nyepur mondar-mandir tanpa tujuan, itu bukan urusan saya, lha wong saya selalu beli tiket kok, dan duitnya bukan duit situ, tapi duit saya sendiri.

Kalau saya suka nonton Warkop, Cast Away, Forrest Gump, The Terminal dan film-filmnya Tom Hanks lainnya, trus situ ndak suka ... ndak ada urusannya sama saya ... lha saya ndak pernah maksa situ buat suka sama pilem yang saya sukai kok ....

Saya suka sama d'Cinnamons, Écoutez!, The Beatles, Maliq & d'Essentials, Ten 2 Five, Level 42, Queen dan yang lainnya, juga bukan karena pengaruh situ dan saya suka bukan karena situ suka juga.

Udah deh ... daripada situ ngrecokin saya dan kesenangan saya, mendingan situ nikmatin hidup situ dengan situ punya kesenangan juga. Toh saya juga ndak mau ngerecokin kesenangan situ.

#lega juga setelah ngomel di sini

np: Earth, Wind, and Fire - After The Love Has Gone

Senin, 13 April 2009

Hitung-hitungan Setelah Pemilu

Setelah kemaren iseng-iseng bikin hitungan menjelang pemilu, kali ini giliran berhitung setelah pemilu.

Sebenernya sih bahannya didapat dari hasil obrolan ibu-ibu pas sarapan di soto Pak Trimo. Soal tingkat akurasi informasinya mungkin bukan kelas A1, tapi bisa jadi perenungan.

Ceritanya, Joko mencalonkan diri menjadi anggota legislatif dari suatu partai tertentu. Untuk mencapai tujuannya, Joko telah menghabiskan dana sekitar 200 juta rupiah. Dengan tidak bermaksud merendahkan, menurut info yang ada, boleh dibilang si caleg tersebut bermodal cekak, lha (katanya) rumah aja masih ngontrak. Dan menurut aturan main pemilu, sekarang tidak ada caleg jaminan jadi. Yang ada, banyak kemungkinan gagalnya dibanding jadi.

Semoga cerita ibu-ibu tadi cuma omong kosong aja. Tapi kalau cerita ibu-ibu itu beneran, betapa kacaunya. Coba dihitung, untuk mengeluarkan modal sebanyak ratusan juta, caleg dapat menggunakan berbagai sumber. Entah itu mengambil dari tabungan, atau mencari dari sumber lain. Kalau menguras tabungannya sendiri sih sebodo amat, lha duit punya dia sendiri. Tapi kalau mengandalkan dana dari pihak ketiga, katakanlah pinjaman, apa yang bisa dijaminkan? Lha rumah aja masih ngontrak. Kalau sumbangan, pasti si penyumbang mengharap balas jasa. Mana ada jaman sekarang yang mau kasih gratisan. Kalau si caleg terpilih kelak, mungkin bisa memberikan balas jasa, kalau nggak, entah apa yang bakal terjadi.

Kelar urusan sumber dana, begitu si caleg terpilih, dan duduk menjadi anggota dewan, tentunya bakal terima penghasilan yang lumayan. Nggak heran kalau anggota dewan berusaha mengembalikan modal yang telah dikucurkan, sukur-sukur bisa mendapat lebih. Yah, kalaupun meleset, semoga nggak jauh jauh amat, itung-itung pengabdian. Lagian selama 5 tahun menjadi anggota dewan, sudah menikmati berbagai fasilitas yang ada. Belum lagi masa purna tugas, kali aja dapat pensiun, dan bisa jadi kontestan pemilu buat periode berikutnya.

Tadi kabar baiknya kalau terpilih. Kalau yang terjadi sebaliknya, ya bisa diperkirakan si mantan caleg bakal jatuh miskin. Lha caleg yang bermodal kuat aja bisa habis, apalagi sebelumnya sudah minim. Apalagi menurut kabar yang beredar, si Joko kondisi keuangannya tipis. Bisa jadi bangkrut dan dikejar-kejar debt collector. Kalau nggak kuat mental, bisa gila, atau malah bunuh diri.

Bener juga apa kata orang-orang pinter, jadi caleg adalah cara instan untuk mobilitas sosial vertikal. Kalau jadi, bisa naik strata. Tapi kalau gagal, dijamin terjun bebas. Dari yang semula orang terpandang, langsung jadi bahan cibiran tetangga.

Yah ... semoga aja cerita ibu-ibu tadi cuma gosip murahan aja. Semoga caleg yang kemaren rebutan kursi udah siap lahir batin sebelum bertarung. Selamat bagi yang (nantinya) duduk jadi wakil rakyat, semoga bener-bener jadi wakil rakyat, bukan wakil partai atau golongan. Bagi yang gagal, jangan berkecil hati. Berjuang bagi rakyat tidak hanya melalui parlemen aja, tapi melalui tindakan nyata buat lingkungannya.

salam damai ....