Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Sabtu, 28 Februari 2009

Hitung-hitungan Menjelang Pemilu 2009

emilu tinggal sekitar 40 hari lagi. Para kontestan sudah mulai hitung-hitungan, apakah target tercapai atau nggak, secara udah nggak ada kesempatan lagi buat mundur. Lagipula semenjak MK memutuskan caleg terpilih sesuai perolehan suara, bukan nomer urut. Artinya, nomer urut sama sekali gak ngaruh, yang penting beken, biar banyak yang milih.

Bagi yang suplai duitnya masih ada, bisa jualan makin gencar. Bagi yang udah kehabisan napas, ada dua pilihan. Mau ngirit jualan, atau nyari tambahan duit buat jualan. Gak heran banyak caleg jadi bandit, demi mengumpulkan dana buat jualan. Malangnya, polisi berhasil membekuk para bandit amatiran ini. Entah apa yang terjadi kalau mereka berhasil menduduki kursi DPR. Bakal menjadi Dewan Penjahat dan Rampok kali ....

Gak kalah sama caleg, buat pemilu 2009 ini aku punya hitungan sendiri. Pemilu yang jatuh di hari Kamis, 09 April 2009, tepat sehari sebelum Good Friday. Seandainya tanggal 090409 tidak diliburkan, 100% nggak akan datang ke TPS. Maklum TPS dan panggonan golek duit berjarak sekitar 450km. Rugi rasanya kalau harus kehilangan tunjangan dan uang makan, belum termasuk transpor dan akomodasi, hanya untuk memilih orang-orang yang nggak jelas juntrungannya.

Seandainya 090409 diliburkan dengan status cuti bersama, kalau kata Dono, very very diamput. Libur kok dipaksa. Terpaksa deh cari sampingan, biar nggak kena potong cuti, mumpung masih ada kesempatan. Tapi kalau nggak bisa, ya nggak apa apa. Yang penting bisa pulang plus hunting foto pemilu.

Kalau itu hari diliburkan menjadi hari libur resmi, yang jelas pulang. Lumayan, long weekend. Jarang-jarang ada liburan panjang kaya begini. Soal hadir di TPS, apalagi milih seorang calon, itu urusan nomer sekian. Yang jelas, keep hunting.

Karena jaman sekarang semua urusan harus dengan duit. Kepikiran juga buat menduitkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kampanye. Lumayan juga kayaknya buat menjual hak suara ke caleg tertentu. Pokoknya buat satu hari pemilu dipatok seharga tertentu. Kalo terasa terlalu berat, bisa dibagi beberapa kontestan, baik DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD. Kalo dibagi berempat kan nggak berat-berat amat. Lagian jumlah yang ditawarkan nggak besar-besar amat. Cukuplah buat kantong mereka.

Buat media kampanye, tembok rumah pun bisa disewakan buat masang foto mereka. Tembok yang seukuran 5x10 meter bisa disewa dengan tarif per meter persegi per hari. Pokoknya pemilik tembok tahu beres dan terima duitnya. Soal materi dan urusan legal, menjadi tanggungan caleg.

Pohon yang ada di halaman juga bisa jadi dudukan memasang bendera parpol yang saling adu tinggi. Dengan berbagai syarat, antara lain tidak merusah pohon (ini yang terpenting) tarif bisa ditetapkan sesuai tinggi dan ukuran bendera yang dipasang. Pokonya semua bisa diselesaikan dengan "pengertian" dari caleg bersangkutan.

Mengingat semua itungan tadi melibatkan uang panas, perlu diatur perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, agar tidak terjadi sengketa. Maklum, mereka biasa bohong, jadi harus diikat dengan perjanjian. Selain itu, semua arus uang sebisa mungkin jangan menggunakan uang tunai. Waspada aja sama uang palsu yang disebar caleg. Jangan konyol, uang harus diterima lebih dulu, sebelum ikuti tuntutan mereka. Kalau nggak, bakalan rugi besar

Banyak yang bilang, semua hitungan tadi hanya dipikirkan orang gila. Bisnis yang absurd. Tapi lebih absurd lagi kalau ada caleg yang berani membayar untuk itu. Lagian siapa yang mau dimanfaatkan jadi komoditi, meski lima tahun sekali. Makanya sebelum diakali, akali dulu para caleg yang gak jelas asal usul maupun programnya.

PS. Kalau ada orang bodoh yang berminat dengan tawaran di atas, tinggalkan pesan aja di tulisan ini. Nanti dihubungi balik. KHUSUS PEMINAT, dan bodoh tentunya ....

Selasa, 24 Februari 2009

A Birthday Bash

240209, balik kantor rencananya mo beberes kamar yang udah kaya kandang babi, tiba-tiba ada SMS dari Anggi yang mau balikin CD Ecoutez sama Flash Disk. Hmm ... curiga ada yang gak beres nih. Kenapa Anggi ngotot balikin CD malem-malem, padahal aku gak butuh-butuh amat itu CD. Ternyata instingku nggak salah. A birthday bash udah menunggu. Akhirnya beberes kamar ditunda dah. Makasih banyak buat Anggi, Debbie, Andi, Daton & Sam yang udah nyiapin acara ini ... gak tau kudu ngomong apa lagi.

Sekalian ngucapin makasih buat semuanya yang udah ingat ultahku, baik yang ngucapin selamat lewat YM, SMS, facebook or telpon. Biar kagak lupa, diabsen di sini aja ... sekalian jawab pertanyaan dan request yang ada.

Ume (yo, lagi digolekke nggon noka sapari), Debbie (makasih cakenya), Nyak, Babe, Agung (jadi bakar kampusnya?), Kustan (iyo bleh, sak cepete), Anggi (makasih telpon, sms, YM, n CDnya), Nugroho (cak, rotine nyusul, ditanggung beres), Winda, Yonda (kalo masih bingung, hubungi waskon 3), Wuri (thanks my luply sistah), Sari (kapan makan pisang ijonya), Ryan (gila lu Ndro), Mbak Helfie, Wulan (sukses yah sekdilunya & semoga dapat Eric), Saras (nyampe kok SMSnya), Bagus (Ndut, aja ngajuke tanggal sak penake dhewe), Dee (masih kecepetan sehari tuh), Badia (Ni anak kalo maen gak ada matinya), Dona.

Makasih juga buat Bu Dosen Okta (soal sepur, tanya aja sama bos pura), Chris Jo (sori kang, ndak ikutan ke LBJ, ngurus bentuk T62), Ncis & Mas Khris (kapan kapan nonton bareng bioskop punya om Paje), Irfan (met berjuang bro di D3 khusus), Nona Lee (masih miss pinky?), Rina (Bu, SInya masih banyak yang error), Dimas (kapan mau ke curve PDL?), Aschu (edan, mantap ucapanne, di FB, MP sama email dinas), Yulifar (PLHnya kemaren, tapi tetep sedih juga), Ican (kita sama tanggalnya, cuma batchnya beda), Vita (semoga betah di Cikarang), Kris, Bang Erik, Ario, Bowo (bos, kapan2 ngoplos, ojo lali Wajik diajak), Dea (kalo gak mau babi, ada ayamnya kok), Echy (makasih, salam buat partner in crimenya di Cimareme), Jona, Sekar

Nggak ketinggalan juga Nansy (masih ingat saya?), Dave, Mamat, Farida (sori Par, kurirnya mabok, bacapnya gak sampe), Pak Andreas Adiana, Erick, Yerry (udah, selingkuh aja sama si Cybershot), Hendry (sip pak, kapan iso hunting bareng), Dalijo (Astro lunga ngendi kok ra ketok?), Boim (sori om, itu dah lintas daop), Maraha (kaosnya keren om, bagi satu dong), Arie, Riris, Puput (makasih udah mau sekamar 2 tahun, sori kalo bikin kacau), Dyah, Tantra, Putri (teganya, aku harus panggil mbah gugel buat baca pesannya), Rizz (aku isih utang si cepek), Dina, Kang Punto.

Masih ada Thasya, Tante Withri (kapan kita ke Bogor lagi), Kak Eva (jadi inget duet sama Bang Rane), June, Bang Darwin, Ian, Ayu, Mas Pura (amin ... semoga cepet punya rangkaian, udah ngebet juga nih), Dayat (bleh, satu permil dari jumlah penerimaan durung dibayar), Mbak Novie, Bang Helvry (kapan kita KKP lagi?), Zian, Bernardus, Bieb (nek titip KA 5, malah sampeyan to sing ngirim...), Rere, Maria (apa kabar bu kethu?), Bang Esra, Sigit (retreatmu kok tanggale aneh temen to?), Dini (kapan kita maen bareng lagi? #kompor mode on), Wahyu (udah, ajak tuh si pangeranmu, kita selesaikan semuanya), Tia, Timo

Wew ... ternyata banyak juga. Kalo masih ada yang keselip, n belom disebutken, maap sebesar-besarnya .... maklum kagak dicatet satu persatu. Sekali lagi, makasih banyak buat yang ngucapin, May God Bless You All, Have A Nice Day .......

yang kagak inget n gak ngucapin, gak papa kok ... tetep may God Bless You All ......
maap juga kalo linknya ngaco ke rumah orang laen ...... kasih tau aja, ntar kita betulin ....

Jumat, 20 Februari 2009

Harta Karun

Pas istirahat siang, iseng-iseng blogwalking di Multiply, kok nemu artikel yang menarik di sini. Isinya tentang sepasang suami istri menemukan properti perkeretaapian di loteng mereka. Wujudnya sih papan pemberitahuan nama dan relasi kereta, yang biasa dipasang di tengah-tengah kereta. Bagi orang biasa, mungkin ini hanya sekumpulan kayu bekas yang bisa dijadikan kayu bakar atau perkakas lainnya. Tapi bagi railfans, benda ini sangat berharga, termasuk collectible items.

Hal ini mengingatkan pada eks Stasiun Mertoyudan. Ketika bekas stasiun itu disewa oleh PDAM, papan nama stasiun itu masih ada, dan terbaca jelas, "MERTOJUDAN +343". Sangat jauh berbeda dengan keadaan papan nama stasiun sekarang. Nama stasiun tersamarkan oleh slogan sebuah iklan produk tembakau.

Beberapa bulan lalu, ketika menguat kabar pelebaran jalan Mertoyudan - Keprekan muncul ke permukaan, kabar yang sangat menyedihkan pun mengikutinya. Papan nama stasiun ini hilang tidak jelas rimbanya. Padahal sesaat setelah kantor PDAM pindah, papan nama ini masih ada.

Hilang lagi satu bukti sejarah perkeretaapian di Magelang. Entah berapa lama lagi bekas stasiun ini akan bertahan, mengingat pelebaran jalan yang telah direncanakan semula, akan memakan emplasemen stasiun ini. Tepi badan jalan yang dilebarkan ini akan berada persis di depan pintu stasiun ini.

Selain stasiun ini, situs lain yang terancam adalah sinyal masuk Mertoyudan dari arah Magelang, yang terletak sekitar 200 meter utara stasiun. Beberapa kilometer ke selatan, Stasiun Blabak akan hilang tak bersisa. Stasiun pulau yang memiliki emplasemen timbangan ini dimakan oleh pelebaran jalan. Termasuk dua buah wesel terlayan setempat yang terletak di selatan stasiun.

Dengan hilangnya situs itu, maka hanya sedikit tersisa jejak perkeretaapian yang ada di sekitar Magelang. Bekas Stasiun Secang, Payaman dan beberapa bangunan hikmat saja. Sisanya, hilang tak berbekas, atau beralih fungsi.

Semoga rencana Ditjen Perkeretaapian untuk menghidupkan kembali jalur mati di berbagai wilayah dapat terealisasi, meski tubuh baan tidak berada di jalur yang ada semula, menggunakan track baru. Maju terus kereta api Indonesia ......

Foto: Kang Bas (keretapi@yahoogroups.com)

Selasa, 17 Februari 2009

Pertamina versus DPR, Potret Anggota Dewan

Pagi-pagi, sebelum kerja, seperti biasa sempatin buat buka beberapa situs berita. Ternyata pagi ini ada berita ribut antara Komisi VII dengan Pertamina. Maklum aja, kalangan profesional di bidangnya harus beradu pendapat dengan para wrong man in the wrong place, jadinya nggak nyambung.

Menurut kabar yang beredar, hal ini dipicu karena adanya surat corporate secretary Pertamina yang merasa kecewa dengan tindakan anggota Komisi VII saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan direksi Pertamina pada Selasa, 10 Februari lalu, yang tidak fokus pada pertanyaan mengenai kinerja, tapi justru menanyakan hal yang menurut manajemen Pertamina sudah ke luar dari substansi masalah. Surat ini dibalas dengan menyamakan Dirut Pertamina dengan Satpam.

Yah ... inilah risiko mengadakan rapat dengar pendapat dengan pihak yang tidak memiliki kompetensi. Di satu pihak menjelaskan gimana cara jualan minyak biar bisa untung besar, yang satu belajar mengenal warna, ya jelas aja nggak nyambung. Kalo orang negeri seberang, wrong man in the wrong place. Orang kagak ngerti bisnis minyak, disuruh ngawasin bisnis minyak. Parahnya, banyak ngawurnya daripada benernya. Wis ngawur, ngeyel sisan.

Inilah potret kebanyakan anggota dewan sekarang, gak ada isinya, yang dengan pedenya masih mau mengadu nasib di hajatan mencontreng massal 090409 nanti. Ngoceh kesana kemari sampai mulut berbusa, dengan dalih membela rakyat, entah rakyat mana yang dibela. Tapi hasilnya, tau deh ... banyak yang mana, yang nggak berguna atau yang berguna.

Bingung juga gimana kasih mereka pelajaran. Lha berurusan karo makhluk sing sok kuasa, lagipula kata orang, angel ngomong karo wong susah. Mungkin satu-satunya cara buat menghukum mereka dengan tidak mencontreng nama mereka di pemilu mendatang. Apakah langkah ini bisa tercapai, kita lihat saja nanti .....

---kayaknya udah pantes jadi anggota dpr, isa nggambleh ora karuan---

Selasa, 10 Februari 2009

Single? Kok Pusing?

Pas lagi bikin tulisan tentang pelesiran kemaren, tiba-tiba ada SMS masuk dari seorang teman. Nggak tahu sih ini masalah separah apa buat dia, tapi buatku nggak berat berat amat.

Singkatnya, si temen ini, Vero, barusan jadi single lagi, setelah sekian lama statusnya in a relationship. Apalagi di tanggal segini, katanya, buat anak muda, being single bisa menjadi "penderitaan" (edan ... sebegitu pentingnya arti 14 Februari???). Single bisa jadi gak dapet coklat, bunga, teddy bear, or sejenisnya. Dimana-mana terlihat young couples lagi jalan duaan, n kita jadi penonton aja.

Hmm ... nggak habis pikir baca curhat si Vero. Kayaknya dunia serasa runtuh kalo menjadi single. Nggak ada lagi yang antar & jemput tiap hari. Tiap weekend cuma bisa bengong di rumah nonton tv yang nggak jelas siarannya. Gak ada yang kasih kejutan di saat saat spesial. Dan yang bikin makin nyesek, kalo datang ke acara kawinan seseorang, datang sendirian. Segitu parahnya hidup dengan status single ... ???

Duh ... dimana Vero yang selama ini aku kenal. Yang doyan hunting foto dengan EOS 450Dnya. Suka traveling ala backpacker naik kereta. Kesana kemari selalu nyepedah dengan MTBnya. Kok yang ada malah Vero yang suka mengurung diri di kamar.

Daripada pusing mikirin status single, masih banyak yang bisa dilakuin kok. Maen ke kota tua Jakarta kaya kemaren, joyride KRDE Baraya Geulis BD - CCL - BD - PDL - BD, nyepeda keliling Bandung, jalan-jalan ke sejumlah museum di Bandung, hunting foto, n seabrek kegiatan lainnya.

Pokoknya jalanin aja hidup ini. Lagian kata orang pinter, nggak semua yang kau inginkan akan kau dapatkan, tetapi bersyukurlah atas apa yang telah engkau peroleh. Santai aja coy, hidup itu indah kok, tergantung dari sisi mana kita melihat.

Tetap semangat!!!

---dedicated to Vero---

Senin, 09 Februari 2009

Pelesiran 070209

Akhirnya jadi juga liburan. Awalnya sih banyak yang mau ikutan, tapi entah kenapa banyak yang pada batal. Termasuk Luke & May, yang katanya mau latihan buat prewedding photo di kota tua, batal di detik-detik terakhir.

Berhubung telanjur bikin janji mau main bareng Dini & Uyo, mau nggak mau, berangkat sendirian. Diputuskan berangkat naik KA 53, Parahyangan jam 0500, dengan pertimbangan lebih pagi sampai di Gambir, akan lebih mudah mengatur rencana berikutnya. Sesampai di Gambir, perjalanan disambung dengan KRL AC Ekonomi Bekasi menuju Jakarta Kota.

Sesampai di kota, Dini & Uyo udah nunggu di lapangan depan Museum Sejarah Jakarta. Ternyata di sana rame anak-anak singkong yang diangon gurunya maen ke sana, study tour maksudnya .... Tujuan pertama, Museum Sejarah Jakarta. Berhubung niatnya cuma mau main n foto-foto aja, nggak gitu perhatiin koleksinya. Nyesel juga sih pada akhirnya, kenapa nggak lihat2 koleksi museum dengan tiket IDR 2K per orang ini. Satu-satunya yang menarik perhatian, ada sepasang calon pengantin sedang mengambil foto prewedding di sana, duduk di meriam si jagur. Rumor yang beredar, itu meriam bisa bikin bunting orang yang mendudukinya, soal bener nggaknya, bisa dicoba ....

Target berikutnya, Museum Bank Indonesia. Untuk masuk ke museum ini nggak dipungut biaya, alias gratis. Hanya saja ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, seperti nggak boleh menggunakan lampu kilat di beberapa ruangan. Kita cuma ngikutin alurnya aja sih, sambil foto2 aja .... Emang tujuannya nggak cari ilmu, tapi cuma seneng2 aja.

Kelar dari museum BI, kita makan. Rencana berikutnya, museum keramik. Begitu sampai sana, kita nggak jadi masuk, habisnya nggak boleh bawa kamera masuk. Batal di museum keramik, akhirnya kita beralih ke museum wayang.

Ternyata, museum yang dulunya gereja ini masih dalam tahap renovasi. Koleksi yang cukup menarik di museum ini, salah satunya koleksi boneka unyil. Bagian belakang museum ini cukup menarik perhatian. Ternyata petinggi VOC pernah dimakamkan di halaman belakang, sebelum dipindahkan ke Tanah Abang.

Puas di museum wayang, langsung ke Gambir, buat ngejar KA 62. Satu hal yang sangat disesali, mengapa nggak naik KRL aja ke Gambir/Jatinegara. Keputusan naik TransJakarta ke Harmoni, overstappen ke koridor Pulogadung ternyata salah besar. Perjalanan yang sangat jauh dari nyaman. Jauh lebih nyaman uyel-uyelan di KRL ekonomi, daripada pepanas di halte transjakarta.

Sampai di Gambir, langsung cari tiket KA 62. Ternyata masih dapat tiket duduk. Pikir-pikir, kok kayaknya lebih enak di bordes. Seat 17D dilepas begitu saja, pindah ke bordes. Tau deh, akhirnya seat 17D diambil siapa. Akhirnya KA 62 sampai Bandung jam 1942, agak telat dari jadwal yang seharusnya tiba jam 1924.

Meski cuma main-main ke beberapa museum di kawasan kota tua Jakarta, paling nggak udah tau tempat alternatif buat maen, kalo lagi sumpek. Lain kali, main ke sana lagi, tapi bener-bener cari ilmu, bukan kaya kemaren, main plus foto nggak jelas. Nggak rugi deh main bareng kalian. Pokonya kalo mau main lagi, dikabarin lagi, biar makin rame .....

Kamis, 05 Februari 2009

Sisi Lain Kekacauan 03 Februari 2009

Sore, 030209, menjelang bubaran kantor, seperti biasa nonton berita di tv. Salah satu stasiun televisi menayangkan demo pembentukan Propinsi Tapanuli di DPRD Sumut yang berakhir ricuh. Kericuhan ini mengakibatkan Ketua DPRD Sumut, Abdul Azis Angkat meninggal dunia. Bukan hanya itu saja, kekacauan tersebut mengakibatkan sejumlah perwira polisi dicopot dari jabatannya.

Seorang ketua DPRD harus meregang nyawa di tengah kekacauan demonstrasi. Boleh dibilang, beliau meninggal dalam tugasnya, memperjuangkan aspirasi rakyat, entah rakyat mana yang belau perjuangkan. Idealnya memang seperti ini perjuangan seorang politikus, berjuang hingga ajal menjemput. Bukan dalam jangka pendek, 5 tahun, setelah itu selesai.

Di sisi lain, ini suatu peringatan keras buat para calon wakil rakyat yang akan maju dalam pemilu legislatif 2009. Bukannya tidak mungkin, hal ini akan terjadi pada mereka yang terpilih dalam pemilu mendatang. Mereka bisa mati konyol digebuki rakyatnya di tengah demonstrasi, apabila mereka tidak sanggup memenuhi janjinya. Rakyat yang telah dijanjikan ini itu, tidak mustahil habis kesabarannya. Ketika kesabaran habis, logika sudah tumpul, maka emosi yang bicara.

Ironis memang. Ketika keran kebebasan berpendapat dibuka, bukannya beradu pendapat dengan sehat, yang ada malah emosi yang bicara. Contoh terbaru, kerusuhan 030209 di Medan. Bisa dibilang, kita menuntut demokrasi, tapi kita belum siap menerima akibat-akibatnya. Satu pembelaan yang diberikan hanyalah jumlah penduduk kita sangat banyak, dan pikirannya berbeda-beda, mustahil untuk memuaskan semua orang. Intinya tidak sanggup menerima perbedaan yang ada. Yang ada hanyalah mencoba menyeragamkan perbedaan yang ada, tanpa mau mengakui adanya perbedaan.

Satu hal yang masih menjadi pertanyaan sampai saat ini, apakah para caleg yang fotonya terpampang dimana-mana siap untuk memperjuangkan aspirasi rakyat sampai titik darah penghabisan, atau siap mati konyol dikeroyok rakyat yang lelah menanti realisasi janjinya. Kita tunggu saja ....

Salam damai!!!

edan ... bisa nulis kaya gini .....