Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Jumat, 24 September 2010

Sayangilah Leher Anda

Seperti biasa, kalau kembali dari Jakarta lebih suka mengambil KA 30, karena bisa beli tiket go show dan cenderung sepi. Mungkin karena berangkat dari Gambir udah jam 2025, sampai Bandung nyaris ganti hari. Setelah membeli tiket, aku langsung naik ke peron 3 - 4. Sambil menunggu masuknya KA 27, liatin kereta yang seliweran lewat. Ternyata, di lantai 2 sudah banyak calon penumpang KA 42 Taksaka II tujuan Yogyakarta, malah lebih banyak. Dan keberangkatan KA 30 dan KA 42 hanya terpaut 15 menit saja.

Pukul 2025, KA 30 siap diberangkatkan. PAP sudah memberikan semboyan 40 dan disambut dengan semboyan 41 oleh KP. Masinis KA 30 belum merespon dengan semboyan 35. Mungkin masinis tidak mendengar dengan jelas semboyan 41. Setelah PAP paging masinis, barulah masinis merespon dengan semboyan 35.

Ketika rem dilepas, throttle dinaikkan, keretapun mulai berjalan perlahan-lahan. Dari sinilah petaka itu bermula. Saat kereta sudah bergerak, seorang penumpang langsung mencoba masuk. Wew ... berhasil masuk ke sebuah kereta. Tapi apa yang terjadi saudara-saudara, ternyata ia salah naik kereta. Kereta yang seharunsya ia naiki adalah KA 30 Taksaka II yang berangkat 15 menit di belakang KA 30. Makin kacau KA 30 tidak berhenti di Jatinegara, melainkan berjalan langsung.

Dengan setengah panik, dia berusaha kembali turun dari kereta yang semakin cepat berjalan. Touchdown berhasil dengan baik. Tetapi ketika landing rollout, nampaknya kehilangan keseimbangan, dan akhirnya crash di peron. Beruntung ia tidak jatuh ke sepur 3. Bisa jadi akan lebih fatal lagi, menginggat tingginya peron di Gambir.

Pelajaran yang kita ambil dari kejadian ini, pertama, datanglah ke stasiun minimal 30 menit sebelum jadwal keberangkatan kereta. Dengan datang lebih awal, kita bisa mencari tahu dengan tenang di mana kereta yang  akan kita tumpangi dengan tenang. Kedua, jangan terburu-buru kita naik ke kereta yang ada di hadapan kita. Pastikan terlebih dahulu kereta yang di depan kita benar-benar kereta yang akan kita tumpangi.

Terakhir, melompat ke luar dari kereta yang sudah mulai berjalan adalah perbuatan yang cukup bodoh. Mungkin anda berpendapat, para tokoh di film laga bisa melakukannya dengan aman. Tapi ingat, itu hanya kejadian di film, ini dunia nyata kawan. Kalaupun anda terbawa di kereta yang salah, turunlah di perhentian berikutnya. Hangusnya karcis karena kereta yang seharusnya anda tumpangi berjalan langsung di stasiun tempat anda turun setelah terbawa kereta yang adalah harga yang harus anda bayar karena kebodohan anda sendiri.

Pesan dari seorang teman railfan, jangankan melompat dari kereta yang berjalan, salah turun dari kereta yang berhenti saja bisa fatal akibatnya. Salah langkah pas turun kereta, bisa patah leher anda ....

Sabtu, 11 September 2010

Jelajah Jalur Mati Seputar Magelang

Berhubung nggak ada kerjaan di lebaran hari kedua, aku memutuskan untuk menjelajahi jalur mati seputar Magelang. Rute yang dipilih, dari Halte Magelang Alun-Alun (MGL) ke arah utara sampai Stasiun Payaman (PYM, 3315), kira-kira sejauh 7 km. Karena nggak sanggup kalau harus jalan kaki sejauh itu, dipilihlah Urbano 3.0 untuk menemani jelajah jalur mati. Selain rutenya seliable, sisi kiri dan kanan baan juga sudah berubah menjadi pemukiman padat. Selain itu, kalau sewaktu-waktu harus putar arah karena rutenya buntu juga nggak terlalu ribet.

Penjelajahan bekas jalur NIS yang dibuka tanggal 15 Mei 1903 ini dimulai pukul 0800 dari halte MGL menuju Stasiun Magelang Kota (MG, 3320). Bekas baan  telah berubah menjadi jalur lambat. Menjelang Stasiun MG, tepatnya di perempatan Kodim 0705, dari arah barat terlihat tiang bekas andreas cross. Tepat di bawah lampu lalu lintas, terlihat pulley, entah pulley bekas kawat sinyal, atau PJL.

Menjelang emplasemen MG dari arah selatan, di sebelah timur terdapat kantor Distrik Jalan Rel Dinas Jalan dan Bangunan Seksi 65 Distrik 65A Magelang. Di belakang kantor distrik jalan rel 65A, masih terdapat dua buah rumah dinas PJKA yang sekarang entah dihuni siapa. Emplasemen MG kini berubah menjadi terminal angkutan kota dan pangkalan travel. Di barat laut emplasemen, masih terdapat bekas sub dipo yang kini difungsikan sebagai bengkel las.

Kereta CR yang menjadi peringatan pernah ada jalur kereta di Magelang, keadaannya semakin memprihatinkan. Selain catnya semakin kusam, dinding kayunya semakin lapuk. Kondisi dalamnya kotor dan tidak terawat, karena saat ini menjadi tempat tinggal gelandangan. Sebenarnya, konumen ini menjadi tanggung jawab siapa untuk merawatnya? Apakah monumen ini dibiarkan hancur pelan-pelan? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.

Semakin ke utara, menyeberang Jl. Urip Sumoharjo, jalur memasuki kampung Menowo. Tidak jauh dari sana, masih terlihat sinyal masuk MG dari pihak Payaman (PYM, 3315). Semakin ke utara, rel menyeberang sungai Manggis. Jembatan ini telah berubah dari bentuk aslinya. Semula berupa jembatan rasuk, tapi setelah digunakan untuk lalu-lintas warga, ditambahkan railing di kedua sisinya.

Perjalanan menyusuri petak MG - PYM pun berlanjut. Kiri kanan bekas jalur sudah menjadi pemukiman padat. Terkadang batangan rel terlihat muncul dari jalan. Satu-satunya petunjuk bahwa di sini bekas rel adalah jajaran tiang dan kawat telegrap yang masih tersisa. Selepas rel memotong jalan Barito, rel tidak dapat disusuri lagi dan harus mengambil jalan memutar. Sebenarnya, rel menyusuri tepian sungai Manggis hingga memotong sungai Manggis di depan RSJ.

Setelah mengambil jalan memutar, kembali menyusuri rel menuju PYM. Bekas rel sekarang ditutup aspal dan digunakan sebagai jalan warga. Uniknya, nama jalan ini adalah jalan Lokomotif. Mungkin dijadikan peringatan, kalau dulu pernah ada lokomotif berjalan hilir mudik di sini. Menurut data yang ada, di antara MG dan PYM terdapat halte Magelang Kramat (MGK, dahulu Gesticht). Sayangnya, jejaknya tidak ditemukan, di mana lokasi pastinya.

Lewat belakang SPBU Sambung, jalur mulai membelah persawahan. Di berbagai titik, besi rel masih terlihat jelas, berikut dengan sambungannya. Terkadang tampak bantalan kayu yang sudah lapuk. Batuan yang berserakan di sini, mungkin bekas kricak yang dulu digunakan di lintas ini.

Menjelang masuk PYM, sinyal masuk dari pihak MG terlihat masih berdiri, meski kondisinya tidak sebagus sinyal masuk MG dari pihak PYM. Tidak seberapa jauh, nampak tiang, mungkin bekas papan perintah semboyan 35. Memasuki wesel dari arah MG, kedudukan terakhir wesel masih dapat dilihat menuju sepur lurus. Di sekitar emplasemen, juga masih terlihat bekas pulley untuk wesel atau sinyal masuk.

Emplasemen PYM yang terdiri dari 2 jalur dan 1 sepur badug ini sekarang digunakan sebagai lahan parkir warga setempat. Sayang sekali, wajah stasiun PYM telah mengalami perubahan. Warga membangun tembok di bagian depan dan mengganti jendela di sisi utara stasiun sehingga agak menyamarkan bentuk aslinya.

Berjalan arah Secang (SCA, 3314) didapati dua buah percabangan wesel bandul layan setempat. Wesel terdekat dari arah PYM menuju ke sepur badug, sedangkan wesel berikutnya adalah wesel ke jalur 2. Wesel ke arah sepur badug ini terlihat menggantung. Mungkin pematang relnya sudah digali, sehingga terlihat menggantung. Sedikit ke utara, penelusuran tidak dapat diteruskan ke arah SCA karena lintasan sukar dilalui, dan kembali lagi ke arah MG lewat jalan raya.

Melewati MG, perjalanan diteruskan ke stasiun Magelang Pasar (MGP, 3330) melalui MGL. Lintas MG - MGP kini telah berubah menjadi jalur lambat di sepanjang Jl. Ahmad Yani dan Jl. Pemuda. Sisa-sisa peninggalan jalur hanyalah tiang telegrap dan kawarnya, karena jalur sudah ditimbun dengan aspal. Stasiun MGP sudah tidak terlihat lagi bentuk aslinya, karena sudah berubah menjadi kompleks pertokoan PJKA.

Sesampai MGP, aku berusaha menelusuri jalur masuk MGP dari arah stasiun Banyurejo (BNJ, 3331). Dari MGP terlebih dahulu mengambil jalur jalan raya sampai ke titik pertemuan dengan jalur rel di daerah Soka. Di Soka, berbalik ke utara, ke arah MGP menelusuri rel. Lagi-lagi petunjuk yang didapati hanyalah jajaran tiang dan kawat telegrap. Di beberapa tempat, besi bekas rel digunakan warga sebagai pembatas jalan kampung. Jalur ini hanya dapat aku telusuri sampai persimpangan di Jl. Beringin IV, karena bekas jalur ini tertutup aktivitas warga.

Ah, capek tapi cukup puas menelusuri sedikit lin Magelang dengan lintas Ngombak - Kricak - Parakan. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti lokasi pasti halte MGK, seperti apa sub dipo MG, lokomotip apa yang melayani jalur ini, dan pertanyaan lainnya. Semoga di lain waktu ada literatur yang bisa mengungkapnya ....

Kamis, 02 September 2010

Nenek Moyangku Orang Pelaut

A: Konon, jaman dahulu, pelaut itu perempuan semua.
B: Ah, jangan ngawur kamu. Jangan asal ngomong kalau nggak ada buktinya.
A: Aku nggak bohong, ada buktinya.
B: Coba buktikan
A: Kamu tahu kan lagu "Nenek Moyangku Orang Pelaut"? Nenek kan pasti perempuan. Lagian nggak ada lagu "Kakek Moyangku Orang Pelaut".
B: ????