Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Tampilkan postingan dengan label liburan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label liburan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 September 2010

Jelajah Jalur Mati Seputar Magelang

Berhubung nggak ada kerjaan di lebaran hari kedua, aku memutuskan untuk menjelajahi jalur mati seputar Magelang. Rute yang dipilih, dari Halte Magelang Alun-Alun (MGL) ke arah utara sampai Stasiun Payaman (PYM, 3315), kira-kira sejauh 7 km. Karena nggak sanggup kalau harus jalan kaki sejauh itu, dipilihlah Urbano 3.0 untuk menemani jelajah jalur mati. Selain rutenya seliable, sisi kiri dan kanan baan juga sudah berubah menjadi pemukiman padat. Selain itu, kalau sewaktu-waktu harus putar arah karena rutenya buntu juga nggak terlalu ribet.

Penjelajahan bekas jalur NIS yang dibuka tanggal 15 Mei 1903 ini dimulai pukul 0800 dari halte MGL menuju Stasiun Magelang Kota (MG, 3320). Bekas baan  telah berubah menjadi jalur lambat. Menjelang Stasiun MG, tepatnya di perempatan Kodim 0705, dari arah barat terlihat tiang bekas andreas cross. Tepat di bawah lampu lalu lintas, terlihat pulley, entah pulley bekas kawat sinyal, atau PJL.

Menjelang emplasemen MG dari arah selatan, di sebelah timur terdapat kantor Distrik Jalan Rel Dinas Jalan dan Bangunan Seksi 65 Distrik 65A Magelang. Di belakang kantor distrik jalan rel 65A, masih terdapat dua buah rumah dinas PJKA yang sekarang entah dihuni siapa. Emplasemen MG kini berubah menjadi terminal angkutan kota dan pangkalan travel. Di barat laut emplasemen, masih terdapat bekas sub dipo yang kini difungsikan sebagai bengkel las.

Kereta CR yang menjadi peringatan pernah ada jalur kereta di Magelang, keadaannya semakin memprihatinkan. Selain catnya semakin kusam, dinding kayunya semakin lapuk. Kondisi dalamnya kotor dan tidak terawat, karena saat ini menjadi tempat tinggal gelandangan. Sebenarnya, konumen ini menjadi tanggung jawab siapa untuk merawatnya? Apakah monumen ini dibiarkan hancur pelan-pelan? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.

Semakin ke utara, menyeberang Jl. Urip Sumoharjo, jalur memasuki kampung Menowo. Tidak jauh dari sana, masih terlihat sinyal masuk MG dari pihak Payaman (PYM, 3315). Semakin ke utara, rel menyeberang sungai Manggis. Jembatan ini telah berubah dari bentuk aslinya. Semula berupa jembatan rasuk, tapi setelah digunakan untuk lalu-lintas warga, ditambahkan railing di kedua sisinya.

Perjalanan menyusuri petak MG - PYM pun berlanjut. Kiri kanan bekas jalur sudah menjadi pemukiman padat. Terkadang batangan rel terlihat muncul dari jalan. Satu-satunya petunjuk bahwa di sini bekas rel adalah jajaran tiang dan kawat telegrap yang masih tersisa. Selepas rel memotong jalan Barito, rel tidak dapat disusuri lagi dan harus mengambil jalan memutar. Sebenarnya, rel menyusuri tepian sungai Manggis hingga memotong sungai Manggis di depan RSJ.

Setelah mengambil jalan memutar, kembali menyusuri rel menuju PYM. Bekas rel sekarang ditutup aspal dan digunakan sebagai jalan warga. Uniknya, nama jalan ini adalah jalan Lokomotif. Mungkin dijadikan peringatan, kalau dulu pernah ada lokomotif berjalan hilir mudik di sini. Menurut data yang ada, di antara MG dan PYM terdapat halte Magelang Kramat (MGK, dahulu Gesticht). Sayangnya, jejaknya tidak ditemukan, di mana lokasi pastinya.

Lewat belakang SPBU Sambung, jalur mulai membelah persawahan. Di berbagai titik, besi rel masih terlihat jelas, berikut dengan sambungannya. Terkadang tampak bantalan kayu yang sudah lapuk. Batuan yang berserakan di sini, mungkin bekas kricak yang dulu digunakan di lintas ini.

Menjelang masuk PYM, sinyal masuk dari pihak MG terlihat masih berdiri, meski kondisinya tidak sebagus sinyal masuk MG dari pihak PYM. Tidak seberapa jauh, nampak tiang, mungkin bekas papan perintah semboyan 35. Memasuki wesel dari arah MG, kedudukan terakhir wesel masih dapat dilihat menuju sepur lurus. Di sekitar emplasemen, juga masih terlihat bekas pulley untuk wesel atau sinyal masuk.

Emplasemen PYM yang terdiri dari 2 jalur dan 1 sepur badug ini sekarang digunakan sebagai lahan parkir warga setempat. Sayang sekali, wajah stasiun PYM telah mengalami perubahan. Warga membangun tembok di bagian depan dan mengganti jendela di sisi utara stasiun sehingga agak menyamarkan bentuk aslinya.

Berjalan arah Secang (SCA, 3314) didapati dua buah percabangan wesel bandul layan setempat. Wesel terdekat dari arah PYM menuju ke sepur badug, sedangkan wesel berikutnya adalah wesel ke jalur 2. Wesel ke arah sepur badug ini terlihat menggantung. Mungkin pematang relnya sudah digali, sehingga terlihat menggantung. Sedikit ke utara, penelusuran tidak dapat diteruskan ke arah SCA karena lintasan sukar dilalui, dan kembali lagi ke arah MG lewat jalan raya.

Melewati MG, perjalanan diteruskan ke stasiun Magelang Pasar (MGP, 3330) melalui MGL. Lintas MG - MGP kini telah berubah menjadi jalur lambat di sepanjang Jl. Ahmad Yani dan Jl. Pemuda. Sisa-sisa peninggalan jalur hanyalah tiang telegrap dan kawarnya, karena jalur sudah ditimbun dengan aspal. Stasiun MGP sudah tidak terlihat lagi bentuk aslinya, karena sudah berubah menjadi kompleks pertokoan PJKA.

Sesampai MGP, aku berusaha menelusuri jalur masuk MGP dari arah stasiun Banyurejo (BNJ, 3331). Dari MGP terlebih dahulu mengambil jalur jalan raya sampai ke titik pertemuan dengan jalur rel di daerah Soka. Di Soka, berbalik ke utara, ke arah MGP menelusuri rel. Lagi-lagi petunjuk yang didapati hanyalah jajaran tiang dan kawat telegrap. Di beberapa tempat, besi bekas rel digunakan warga sebagai pembatas jalan kampung. Jalur ini hanya dapat aku telusuri sampai persimpangan di Jl. Beringin IV, karena bekas jalur ini tertutup aktivitas warga.

Ah, capek tapi cukup puas menelusuri sedikit lin Magelang dengan lintas Ngombak - Kricak - Parakan. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti lokasi pasti halte MGK, seperti apa sub dipo MG, lokomotip apa yang melayani jalur ini, dan pertanyaan lainnya. Semoga di lain waktu ada literatur yang bisa mengungkapnya ....

Kamis, 08 Juli 2010

Sate Afrika

Karena penasaran dengan yang namanya Sate Afrika, aku dan Dini mencoba mencari makanan yang satu ini. Sebenarnya kaya apa sih yang namanya Sate Afrika. Makanya, beberapa waktu lalu, disempet-sempetin buat mencoba makanan ini.

Tempat makan yang dituju berada di Jl. Aipda K. S. Tubun, Tanah Abang, Jakarta. Letaknya persis di sebelah Museum Tekstil, atau persis di seberang hotel N. Memang, di jalan itu tidak ada petunjuknya harus berbelok di mana, soalnya tempatnya agak masuk, dan cuma menempel di tembok saja. Patokannya simpel saja, kalau sudah sampai di depan Museum Tekstil, itu sudah kelewatan.

Warung sate afrika ini ternyata cuma emperan beratapkan tenda biru saja. Di dinding, yang notabene tembok milik kavling sebelah, tergantung peta Afrika dengan ukuran segede gaban. Nampak juga plang praktek pengobatan alternatif patah tulang a la Afrika. Entah praktiknya seperti apa ....

Sampai di sana, kita pesan dua porsi (lha iya, yang makan berdua kok, kalau satu porsi jelas kurang). Ternyata eh ternyata, yang namanya sate afrika ini jauh dari gambaran sate yang ada di dalam negeri.

Kalau sate yang selama ini kita kenal berupa daging kambing/ayam yang ditusuk kemudian dibakar dan dibumbu kacang atau kecap, tapi sate afrika ini dari daging domba. Cara memasaknya saja nggak ditusuk-tusuk dan dibakar, tapi lebih mirip dipanggang. Potongan daging domba yang sudah dibumbui garam dan lada ditaruh di alas panggangan, kemudian dipanggang sampai matang. Setelah matang, ditaburi irisan bawang bombay di atasnya.

Cara makannya nggak kalah unik. Kalau makan pakai nasi, biasa, tapi untuk sate afrika ini bisa dimakan dengan pisang goreng. Rasa pisang gorengnya sih agak manis, entah menggunakan pisang dan bumbu apa. Kalau ditanya gimana rasanya makan sate pakai pisang, rasanya agak aneh, tapi seru. Sebagai penambah rasa, disajikan sambal yang dicampur dengan mayonaise, jadinya sambalnya berasa pedas-pedas asam deh.

Yah, buat yang penasaran kaya apa rasanya, boleh dicoba. Tapi jangan kaget kalo harganya agak mahal. Seporsi sate afrika dihargai Rp 35.000,- belum termasuk nasi/pisang dan minum. Kalau dulu, katanya, Sate Afrika Tanah Abang ini buka cabang di seberang Stasiun Bandung, di Jl. Kebon Kawung, tapi sekarang entah masih ada apa nggak.

Cobain aja deh ... daripada penasaran .....

Selasa, 10 Februari 2009

Single? Kok Pusing?

Pas lagi bikin tulisan tentang pelesiran kemaren, tiba-tiba ada SMS masuk dari seorang teman. Nggak tahu sih ini masalah separah apa buat dia, tapi buatku nggak berat berat amat.

Singkatnya, si temen ini, Vero, barusan jadi single lagi, setelah sekian lama statusnya in a relationship. Apalagi di tanggal segini, katanya, buat anak muda, being single bisa menjadi "penderitaan" (edan ... sebegitu pentingnya arti 14 Februari???). Single bisa jadi gak dapet coklat, bunga, teddy bear, or sejenisnya. Dimana-mana terlihat young couples lagi jalan duaan, n kita jadi penonton aja.

Hmm ... nggak habis pikir baca curhat si Vero. Kayaknya dunia serasa runtuh kalo menjadi single. Nggak ada lagi yang antar & jemput tiap hari. Tiap weekend cuma bisa bengong di rumah nonton tv yang nggak jelas siarannya. Gak ada yang kasih kejutan di saat saat spesial. Dan yang bikin makin nyesek, kalo datang ke acara kawinan seseorang, datang sendirian. Segitu parahnya hidup dengan status single ... ???

Duh ... dimana Vero yang selama ini aku kenal. Yang doyan hunting foto dengan EOS 450Dnya. Suka traveling ala backpacker naik kereta. Kesana kemari selalu nyepedah dengan MTBnya. Kok yang ada malah Vero yang suka mengurung diri di kamar.

Daripada pusing mikirin status single, masih banyak yang bisa dilakuin kok. Maen ke kota tua Jakarta kaya kemaren, joyride KRDE Baraya Geulis BD - CCL - BD - PDL - BD, nyepeda keliling Bandung, jalan-jalan ke sejumlah museum di Bandung, hunting foto, n seabrek kegiatan lainnya.

Pokoknya jalanin aja hidup ini. Lagian kata orang pinter, nggak semua yang kau inginkan akan kau dapatkan, tetapi bersyukurlah atas apa yang telah engkau peroleh. Santai aja coy, hidup itu indah kok, tergantung dari sisi mana kita melihat.

Tetap semangat!!!

---dedicated to Vero---

Senin, 09 Februari 2009

Pelesiran 070209

Akhirnya jadi juga liburan. Awalnya sih banyak yang mau ikutan, tapi entah kenapa banyak yang pada batal. Termasuk Luke & May, yang katanya mau latihan buat prewedding photo di kota tua, batal di detik-detik terakhir.

Berhubung telanjur bikin janji mau main bareng Dini & Uyo, mau nggak mau, berangkat sendirian. Diputuskan berangkat naik KA 53, Parahyangan jam 0500, dengan pertimbangan lebih pagi sampai di Gambir, akan lebih mudah mengatur rencana berikutnya. Sesampai di Gambir, perjalanan disambung dengan KRL AC Ekonomi Bekasi menuju Jakarta Kota.

Sesampai di kota, Dini & Uyo udah nunggu di lapangan depan Museum Sejarah Jakarta. Ternyata di sana rame anak-anak singkong yang diangon gurunya maen ke sana, study tour maksudnya .... Tujuan pertama, Museum Sejarah Jakarta. Berhubung niatnya cuma mau main n foto-foto aja, nggak gitu perhatiin koleksinya. Nyesel juga sih pada akhirnya, kenapa nggak lihat2 koleksi museum dengan tiket IDR 2K per orang ini. Satu-satunya yang menarik perhatian, ada sepasang calon pengantin sedang mengambil foto prewedding di sana, duduk di meriam si jagur. Rumor yang beredar, itu meriam bisa bikin bunting orang yang mendudukinya, soal bener nggaknya, bisa dicoba ....

Target berikutnya, Museum Bank Indonesia. Untuk masuk ke museum ini nggak dipungut biaya, alias gratis. Hanya saja ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, seperti nggak boleh menggunakan lampu kilat di beberapa ruangan. Kita cuma ngikutin alurnya aja sih, sambil foto2 aja .... Emang tujuannya nggak cari ilmu, tapi cuma seneng2 aja.

Kelar dari museum BI, kita makan. Rencana berikutnya, museum keramik. Begitu sampai sana, kita nggak jadi masuk, habisnya nggak boleh bawa kamera masuk. Batal di museum keramik, akhirnya kita beralih ke museum wayang.

Ternyata, museum yang dulunya gereja ini masih dalam tahap renovasi. Koleksi yang cukup menarik di museum ini, salah satunya koleksi boneka unyil. Bagian belakang museum ini cukup menarik perhatian. Ternyata petinggi VOC pernah dimakamkan di halaman belakang, sebelum dipindahkan ke Tanah Abang.

Puas di museum wayang, langsung ke Gambir, buat ngejar KA 62. Satu hal yang sangat disesali, mengapa nggak naik KRL aja ke Gambir/Jatinegara. Keputusan naik TransJakarta ke Harmoni, overstappen ke koridor Pulogadung ternyata salah besar. Perjalanan yang sangat jauh dari nyaman. Jauh lebih nyaman uyel-uyelan di KRL ekonomi, daripada pepanas di halte transjakarta.

Sampai di Gambir, langsung cari tiket KA 62. Ternyata masih dapat tiket duduk. Pikir-pikir, kok kayaknya lebih enak di bordes. Seat 17D dilepas begitu saja, pindah ke bordes. Tau deh, akhirnya seat 17D diambil siapa. Akhirnya KA 62 sampai Bandung jam 1942, agak telat dari jadwal yang seharusnya tiba jam 1924.

Meski cuma main-main ke beberapa museum di kawasan kota tua Jakarta, paling nggak udah tau tempat alternatif buat maen, kalo lagi sumpek. Lain kali, main ke sana lagi, tapi bener-bener cari ilmu, bukan kaya kemaren, main plus foto nggak jelas. Nggak rugi deh main bareng kalian. Pokonya kalo mau main lagi, dikabarin lagi, biar makin rame .....

Minggu, 10 Februari 2008

Trip Report 090208: Leg IV (GMR - BD)

Fuh, akhirnya KA 29 yang ditarik CC 203 35 dari CN sampai GMR jam 1654, bonus 16 menit. Skenarioku berjalan lancar sampai saat ini. Aku tetap bisa mengejar KA 24 jam 1745, dan ETA BD jam 2023. Jalan-jalan dengan 4 kereta di hari yang sama.

Selagi menunggu KA 24, aku menunggu (lagi-lagi) di peron 3. Di sepur 4 masih menunggu KA 30 Argo Jati dengan ETD 1710. Di sepur 1 ada KA 34 Eksekutif Malam Bima tujuan SGU. Sepur 2 dan tiga digunakan lintasan KRL Jabodetabek.

Tiba-tiba muncul pengumuman, KA Ekspres Pakuan belum dapat diberangkatkan, karena jalur GMR - MRI masih antre, setiap blok terisi kereta. Wah gawat, KA 24 bisa molor berangkatnya, ETA BD pun bisa molor nggak jelas. Pokonya agak kacau jadwalnya. Sampe-sampe, KRL ekonomi Holec BLB di sepur 2, demi memberi kesempatan buat KA Eksekutif Malam Bima bertolak menuju SGU.

Saking padatnya, KA 34 diberangkatkan jam 1720 dengan perintah BS dan MS untuk mengejar keterlambatan. Mungkin perintah itu hanya berlaku sampai MRI.

Jam 1740, GMR mulai hujan deras, terpaksa aku menunggu keberangkatan KA 24 di dalam kereta exa 1 dengan nomor K1-02531, rebutan tempat pula sama 2 orang portir.

1800, KA 24 berangkat menuju BD, telat 15 menit. Lumayan penuh,tapi masih ada seat kosong. Pindahlah aku ke seat 1D, dari 7B. Tapi mau liat apaan??? Di luar gelap. Gak ada yang menarik!!! Mendingan tidur aja ....

2100 KA 24 tiba di BD, lumayan telat, 37 menit, bonus buat railfan ....

Akhirnya selesai juga petualangan K1 selama 16 jam, BD - GMR - CN - GMR - BD. Agak gila sih, masa bertualang naik K1. Dari petualangan gila ini berhasil naik 4 kereta yang berbeda, tapi kelas yang sama dalam hari yang sama pula.

Sampai ketemu di petualangan berikutnya ....

Trip Report 090208: Leg III (CN - GMR)

Akhirnya KA 94 yang membawaku di kereta exa 2 seat 5D tiba di CN jam 1300. Dengan perasaan was-was aku turun dan mencari pintu keluar. Gimana nggak was-was, kalau kehabisan tiket KA 29, harus stabling di CN, nunggu Argo Jati hari berikutnya, KA 27 jam 0545. Itupun kalau tiket hari berikutnya nggak sold out. Soalnya, kata seorang teman, okupansi Argo Jati minimal 90%. Orang-orang Cirebon, katanya, kalau ke Jakarta lebih suka naik kereta, sebab cuma bnutuh waktu sekitar 3 jam buat sampai Jakarta. Naik bis, lebih lama, lagian jalur pantura Cikampek-Cirebon termasuk jalur maut. Bagi mereka, ongkos tidak menjadi masalah, asal cepat dan aman.

Langsung saja aku keluar, untuk bersiap berburu tiket KA 29. Di pintu keluar, langsung disambut oleh abang-abang becak yang menawarkan jasanya. Kalau saja ada yang menawarkan buat KLB ke GMR sih boleh, hehehe.... (dasar railfan).

Setelah tengok sana tengok sini, ketemulah si mbak yang jualan tiket KA 29, berangkat jam 1400 dari sepur 2. Lumayan, masih ada 55 menit lagi, pikirku. Mendingan tunggu di dalam, sekalian hunting kereta. Siapa tau dapat objek menarik.

Aku teringat email seorang teman yang mengatakan kalau si mbah CC 200 15 sekarang ditempatkan di luar los. Kucoba saja mencarinya. Aha ... ternyata benar. Dia kelihatan di luar bangunan dipo dirangkai dengan gerobak angkutan dinas dan kereta penolong. Di depan si mbah, ada D 301. di los dipo juga tampak CC 201 dan CC 203 35. Kalo liat si mbah, jadi ngerasa kasihan. Dulu pas masa jaya-jayanya dapat tugas narik KA bendera. Tapi kini ketika uzur, hanya diparkir di luar, beratapkan langit.

Si mbah kini tinggal sendirian, setelah saudaranya, 08 dan 09 telah dipanggil yang "kuasa" dan beristirahat di BY Pengok. Terbayang betapa sedihnya si mbah ketika melihat dua saudaranya yang terakhir, yang berwarna merah biru, dipanggil satu per satu, ditarik tak berdaya menggunakan KLB menuju Pengok.

Jam 1400, rangkaian KA 29 siap di sepur 2, ditarik CC 203 35. Dapat di kereta 6, nomer 2 dari depan. Hmm, lumayan penuh kereta 6, dapet seat 6D, window seat. Sial, ternyata kolom, D ada di sisi kiri. Artinya bakal ketemu pemandangan yang sama, dengan perjalanan GMR - CN. Lagian kaca sampingnya udah buram. Mau liat apaan .....Bodo amat ah ... nikmatin aja.

Sayang, ketika berangkat, pintu kereta bernomor K1-95816 pada nggak ditutup, dibiarin kebuka. Ditambah pintu otomatisnya rusak. Jadilah suara konser flens beradu dengan rel masuk ke dalam kereta.

ETA GMR 1638, agak meleset sih. 1654 baru sampe GMR, bonus 16 menit. Overall, CN - GMR lumayan nyaman, lagian bisa nengok si mbah CC 200 15.

Perjalanan GMR - BD ada di entry berikutnya .....

Sabtu, 09 Februari 2008

Trip Report 090208: Leg II (GMR - CN)

Dengan Parahyangan KA 53, tibalah di Gambir (GMR) jam 0823. Agak telat dari jadwal sih, 07.47, tapi kan bagi railfan, telat artinya bonus naik kereta, hehehe .....

Untuk menyambung perjalanan ke Cirebon (CN), ada 2 alternatif. Pertama, naik Argo Jati KA 28 jam 0900, atau KA 94 Cirebon Ekspres jam 0930. Pilihan jatuh pada KA 94 dengan pertimbangan, untuk kembali ke GMR dari CN, bisa menggunakan KA 29 Argo Jati jam 1400. dan bisa balik BD dengan Argo Gede KA 24 jam 1745.

Kalo ke CN pakai KA 28, balik ke GMR, harus nunggu KA 97 Cireks jam 1500, dengan ETA GMR 1752. Pilihan ini dihindari karena terlampau berisiko untuk stabling di GMR, bila ketinggalan KA 26 Argo Gede jam 1930. Lebih baik stabling di CN daripada di GMR. Lagian di sekitar CN, ada hotel dengan tarif murah meriah.

Setelah pasti mengambil KA 94, menunggulah daku di lantai 2 peron 3 dan 4 GMR. Eeeh .... ternyata ada anak2 TK yang sedang dikenalkan pada kereta. Tampak mereka pegang tiket Pakuan Ekspres. Gak tau mereka mau ke mana. Yang jelas ketika ada Pakuan Ekspres masuk, penuh juga dengan anak 2 TK. Kayaknya Pakuan Ekspres buat plesir anak2. Sayangnya penjelasan bapak-bapak dari PT KA terlampau teknis, jauh dari pikiran anak2 TK.

Tiba-tiba di sepur 3, masuk KA 15 Argo Gede dari BD yang ditarik CC 204 06, punya Dipo Induk Yogyakarta (YK). Ketika tanya Masinis (atau Juru Api/Jra), kok yang narik lok YK apakah habis narik KA 75 Lodaya Malam SLO - BD, beliau menjawab tidak tahu. Dan pas ditanya apakah akan dipakai menarik KA 78 Lodaya Malam BD - SLO, beliau menjawab mungkin, mungkin juga malah dipakai dinasan KA 38 Turangga BD - SGU. Pertanyaannya, pada kemana lok punya dipo induk BD. Kalau benar habis dinasan KA 75, artinya si 06 hanya dilepas dari rangkaian KA 75, pindah dari sepur 2 ke sepur 5, langsung dinas KA 15. Jam 0910, 06 langsung dinas KA 18, Argo Gede menuju BD

Jam 0935, KA 94 seharusnya sudah berangkat, tapi ternyata telat. KA 94 baru bergerak dari peron 4 GMR jam 0957. Sempat berhenti sebentar di JNG untuk menaikkan penumpang. Sempat kuatir juga kalau KA 94 telat sampai CN. Artinya, nggak akan bisa ngejar KA 29. Apalagi informasi di ticketing.kereta-api.com, KA 29 hanya menyisakan 34 kursi. Terbayang harus stabling di CN.

KA 94 cukup nyaman sih, tapi sayang joknya agak keras (Sial lupa catat nomer keretanya). Okupansinya pun lumayan. Kalau 90% rasanya masuk. Mungkin juga karena lagi liburan Tahun Baru Imlek, saudara2 etnis Tionghoa pada mudik ke CN.

Di sebuah stasiun (lupa namanya, yang jelas sebelum Jatibarang) ada yang menarik perhatian. Dalam 3 sepur yang berbeda, terdapat 3 jenis penambat elastis yang berbeda pula, yaitu Pandrol, KA Clip, dan McKay.

KA 94 juga sempat berhenti di Jatibarang untuk menurunkan penumpang. Akhirnya jam 1300, KA 94 tiba di CN. Lumayan, dapat bonus 31 menit dari jadwal. tetapi kalau dihitung dari waktu aktual berangkat, yang telat 20 menit, KA 94 cuma telat 11 menit.

Satu hal yang agak menggangu, cuma ada anak2 yang teriak teriak di kereta. Yah namanya juga anak-anak. Siapa tau, gedenya nanti jadi railfan, hehehe .......

Perjalanan berikutnya, dari CN ke GMR, ada di Trip Report 090208: Leg III (CN - GMR)

Trip Report 090208: Leg I (BD - GMR)

Huh... gara-gara cuti bersama dibatalin, jadi bingung ngabisin weekend. Rencananya sih mau ikutan live in PP, tapi apa daya cuti bersama dibatalkan. Kalo bolos, sayang duitnya. Tiba-tiba terpikir, kenapa nggak joyride ke Cirebon (CN), sekalian liat CC 200 15.

Hari yang dipilih buat joyride adalah Sabtu, 090208, dengan pertimbangan, kalo ga bisa ngejar kereta balik ke Bandung (BD), bisa ngejar di hari Minggunya, jadi nggak perlu takut telat. So, Jumat malam, abis ngantor langsung packing buat joyride selama 2 hari. dengan asumsi kemungkinan terburuk bakal nginep di CN. Lagian di CN udah nemuin hotel yang deket stasiun. Kalo kemalaman di Gambir (GMR), bakal lebih repot.

Akhirnya, eksekusi rencana joyride ke CN dilakukan. Sesuai rencana, joyride ini bakal menggunakan jenis kereta yang berbeda, kalau bisa, yaitu Parahyangan, Argo Gede, Cirebon Ekspres, dan Argo Jati. Dan joyride akan dibatalkan bila KA Parahyangan jam 0630 tidak terkejar, soalnya dipastikan bakal menginap di CN.

Setelah melihat jadwal KA, diputuskan berangkat dengan KA 53, Parahyangan paling pagi, pukul 0500, dengan ETA (estimated time arrival) GMR 0747. Fuh, ternyata terkejar juga KA 53, hanya 12 menit sebelum ETD (estimated time departure), dapat di kereta 1 seat 7A. Di kereta nomor K1-67503, ternyata hanya berisi 3 orang!!! Dua penumpang dan 1 orang Petugas Layanan Kereta Api (PLKA). Ketika tanya sang Kondektur Pemimpin (KP) total penumpang hanya 44 orang di kelas bisnis (K2) dan 6 orang di kelas eksekutif (K1). Jadi teringat kata-kata Aryo, "Kalau sampai minggu depan sepi kaya gini terus, bapak (bapaknya Aryo) nggak akan terima gaji." Maklum, keluarga dia kan keluarga kereta.

Karena kereta Exa 1 ada di paling belakang, bisa backriding dan side riding nih, sambil hunting yang ijo-ijo, begitu pikirku. Tapi kalau di luar masih gelap, mau hunting apa? Mendingan tidur aja dulu. Selagi kosong, putar aja kursi di depan, sehingga bisa selonjoran.

Akhirnya bisa juga hunting sambil backriding. Tapi, damn, pintu belakang macet. Terpaksa hunting dari balik kaca jendela belakang, meski hasilnya kurang terang.
Sampai GMR sih agak telat, jam 08.23. Tapi gak papa. Buat railfans, tambah lama di kereta tambah seneng. Asal tambah lamanya nggak berjam-jam, hehehe ......
Perjalanan selanjutnya, ada di Trip Report 090208: Leg II (GMR - CN)

Selasa, 05 Februari 2008

Cuti Bersama Batal, Ubah Rencana

Cuti Bersama Batal!!!
Aku tahu dari Mas Miko. Berita itu didapat dari intranet. Ah, nggak percaya. Langsung aja aku cek di internet. Ternyata benar. Sial.... Kenapa dibatalin ... mendadak pula kabarnya .... Masalahnya, bukan pada dihapusnya, tapi kenapa begitu mendadak. Kata menteri, yang lamis, untuk meningkatkan produktivitas. Ah, bullshit. Ngomong aja menterinya lagi gak punya duit buat liburan. Bukannya produktivitas naik. Kalo caranya kaya gini, produktivitas malah turun.

Akibatnya, rencana ikut live in yang diadain PP di golden water langsung dibatalkan. Sori buat panitia, gw nggak bisa ikut. Banyak godaan juga sih. "Ikut dong," "sekali-sekali bolos gak papa," "rugi lho kalo nggak ikut." Gw malah rugi kalo bolos, coz potongan take home pay lumayan banyak. Bisa buat nutup ongkos balik.

Setelah itu aku berpikir. Ternyata ada sesuatu yang bisa dilakuin dengan pembatalan cuti bersama. kalo orang bule bilang blessing in disguise lah. Akhirnya aku bisa traveling sendiri ke Cirebon, nyobain naik Cireks atau Argo Jati. Naik KRD Patas BD-CCL, or maen ke Dipo Lok BD.

Orang lain yang kena berkah gara2 cuti bersama adalah si Ibu. Dia gak perlu repot2 ngurusin acara selamatan, toh dia ngantor. Lagian kita juga udah males ngurusin hal kaya gituan. Apalagi yang jadi komandan si mbokde.