Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Sabtu, 28 Juni 2008

Trip Report 280608

Bulan Juni 2008 akhirnya ditutup dengan nyepur juga. Selama sebulan ini, tiap weekend selalu nyepur. Entah ke GMR, PDL, YK, dan kali ini ke JAKK. Kali ini tujuannya jelas, syukuran ultah IRPS yang ke-6.

Rombongan IRPS BD berangkat pakai KA 55, dengan tujuan akhir JAKK, sehingga nggak perlu nyambung dari GMR ke JAKK. Sepanjang perjalanan sih biasa aja. Cuma ada kabar yang cukup menyedihkan, KA 32 Gajayana mengalami PLH, anjlok di Karangkates. Duh ... dan ini yang awal yang cukup buruk bagi PT KA di hari ini.

Acara di JAKK berjalan lancar. Dimulai dari sambutan yang diberikan oleh ketua IRPS, Kadaop I Jakarta, dan sesepuh IRPS. Puncak acara ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Kadaop I yang diberikan kepada sesepuh IRPS. Acara ditutup dengan ramah-tamah dan diiringi oleh grup band Throttle dari Dipo Lokomotif JNG.

Seusai acara, IRPS BD pulang kandang dengan KA 60 dari GMR. Perjalanan JAKK - GMR ditempuh dalam 2 tahap. Tahap I, dari JAKK naik KRL Semi Express sampai JUA. JUA - GMR, "trekking" jalur mati di bawah elevated track. Ternyata trekking tidak sia-sia. Masih ada bekas BH yang tersisa, meski bantalan dan relnya sudah hilang.

KA 60 berangkat dari GMR jam 1330. Sekitar BKS, Hendra yang pulang duluan naik KA 20 memberi kabar buruk. KA 20 PLH di sinyal muka Rendeh, kereta exa 1 anjlok. Mimpi apa semalam, kok dalam 1 hari sudah ada 2 PLH. Menurut kabar yang ada, penumpang KA 20 akan overstappen ke KA 59 yang sudah menunggu di Rendeh. Tapi rencana batal karena harus melewati jembatan. Dan KA 20 yang malang harus menunggu NR dari BD.

Sesampai di PWK, KA 60 nggak bisa melanjutkan ke BD. Penumpang terpaksa dioper ke bus yang telah disediakan. Ada tawaran yang cukup menggoda dibanding naik bus. Ikut NR PWK ke lokasi PLH, lalu ikut ke BD dengan KA 20 yang mengalami PLH, atau naik NR punya BD. Yang jelas bakal balik BD, cuma kapan yang nggak jelas.

Ternyata NR PWK yang sejatinya gerobak penolong, butuh pertolongan juga, anjlok di wesel keluar PWK. Makin sedih, dalam sehari ada 3 anjlokan. Masih ditambah, lori motor punya PWK juga ngadat. Kayaknya harus balik sendiri nih ....

Tiba-tiba sisa KA 20 ditarik kembali ke PWK dengan lok KRD Purwakarta - Cibatu. Apes bagi penumpangnya, harus menunggu cukup lama. Nggak kalah apesnya penumpang KA 20. Perjalanan balik ke PWK harus ditempuh tanpa AC. Kereta BP harus diputus, karena posisinya berada di depan kereta exa 1.

Akhirnya kita balik BD dengan rombongan penumpang KA 20 naik bus. Dengan perasaan campur aduk, kita cuma bisa berharap, semoga saja rentetan PLH yang terjadi di hari ini tidak berkelanjutan. Tiga PLH dalam sehari sudah terlampau banyak. Kapan PT KA bisa zero accident .... Semoga dalam waktu dekat ....

---semboyan21---
ketahan lama di draft ... masih sedih

Senin, 23 Juni 2008

Yang Tercecer dari Trekking "Loco-Licious"

Meski udah lewat seminggu trekking "Loco-licious" bersama Bandung Trails, tapi masih ada yang tercecer. Boleh dibilang ini evaluasi, ataupun panduan buat ngadain trekking berikutnya, terutama kalau ada orang normal (maksudnya nggak edan sepur) yang ikut.

Nggak tau kenapa kok tiba-tiba pengen nulis yang kayak gini. Mungkin karena banyak aspek keamanan yang terlewatkan dari perhatian. Dengan nggak bermaksud menyalahkan panitia, mungkin saja karena panitia tergolong orang normal, makanya nggak gitu paham seluk-beluk penyakit edan sepur.

Pertama, dari sisi perlengkapan peserta. Banyak peserta datang dengan penampilan yang jauh dari kesan mau trekking. Bisa dibilang, penampilan mereka lebih cocok untuk berjalan-jalan di mal, daripada berjalan di atas bantalan rel dan batu balas. Bisa dipastikan, akan menyiksa diri kalau dipaksakan berjalan di atas kricak sepanjang satu petak, antara Padalarang sampai Tagogapu.

Berikutnya, ada yang sibuk mendengarkan musik sewaktu trekking di jalur aktif. Hal yang lumayan berani untuk dilakukan untuk mengundang maut. Memang kita bisa melihat kereta yang datang dari arah depan, tapi siapa sangka ada kereta yang berjalan sepur salah. Kalo nggak dengar ada kereta mau lewat dan telat menghindar, bisa jadi abon dah .... Jangankan orang normal, orang yang sudah edan sepur ada yang nyaris disodomi kereta, karena nggak dengar ada kereta lewat. Beruntung teman kita yang satu ini diperingatkan oleh teman yang lain.

Duduk-duduk di rel lintas raya juga tindakan cukup bodoh untuk dilakukan. Terlebih lagi rel tersebut berbelok dan menurun. Kalau saja ada kereta meluncur turun dengan posisi throttle idle, bisa dibilang nyaris tak terdengar. Malaikat mautpun siap menjemput.

Peserta yang memiliki rentang usia dari bocah sampai lansia juga cukup merepotkan panitia trekking. Kalau semua diharuskan jalan satu petak PP, bakal banyak yang gugur di tengah jalan. Untunglah hal ini telah diantisipasi dengan memberikan opsi buat peserta, silakan ikut bagi yang yakin kuat, dan bagi yang tidak kuat, boleh beristirahat di PDL.

Mungkin cuma ini yang teringat dari sisi safety. Kalau bisa sih sebelum event dimulai ada briefing buat seluruh peserta, tentang to do items dan not to do items. Agak repot sih, tapi kan buat keselamatan, gak ada kompromi.

Sekali lagi, tulisan ini dibuat nggak ada maksud untuk menjatuhkan Bandung Trails sebagai organizer acara ini, tapi hanya sebagai pertimbangan untuk pelaksanaan trekking jalur kereta, terutama di jalur aktif, agar tidak terjadi hal-hal yang nggak diinginkan.

salam .....

---semboyan 21 ---

Rabu, 18 Juni 2008

Pilkada, Kampanye, RSJ dan Penjara

Beberapa waktu lalu, diberitakan ada kontestan pilkada yang melakukan kampanyenya di RSJ dan penjara. Sesuat aturan main yang ada, melakukan kampanye di fasilitas publik melakukan pelanggaran. Seperti biasa, tim sukses mereka pasti berkilah, ini bukan kampanye dengan fasilitas publik, tetapi meninjau pelayanan publik. Seperti apa pelayanan publik di kedua tempat itu berjalan, apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaannya, dan seterusnya.

Hmm ... bagus juga idenya. Memonitor pelayanan publik, yang boleh dibilang melayani orang yang terpinggirkan. Pasien RSJ dan napi memang kaum yang terpinggirkan. Nggak tau juga sih apa yang ada di kepala para tim sukses, kok bisa-bisanya punya ide untuk menebar simpati (boleh dibaca berkampanye) di tempat yang boleh dibilang tidak lazim untuk melakukan kegiatan semacam itu.

Entah kenapa yang terpikirkan di kepalaku malah hal yang aneh. Semoga saja apa yang aku pikirkan tidak kejadian. Yang terlintas, pertama kali, malah mereka sedang melakukan reconnaissance mission, untuk apa yang akan mereka lakukan setelah pilkada usai.

Yah, kalo menang, berkuasa dan (semoga saja tidak) tersandung berbagai kasus, terutama korupsi, dan masuk bui. Paling nggak, kalau masuk bui nggak kaget, toh kemaren sudah lihat seperti apa penjara. Kalo RSJ, juga ada hubungannya, tapi semoga saja ini cuma pikiran nakalku aja. Karena kalah coblosan, jadi setres. Habis sudah keluar duit banyak, target nggak kecapai, akhirnya masuk RSJ.

Tulisan ini nggak ada niat untuk memojokkan salah satu kontestan pilkada. Ini cuma pemikiran yang pertama kali kepikir waktu ngeliat berita kampanye yang aneh. Kalau ada yang tersinggung, gunakan hak jawab anda (halah!!!)

Bagi yang mau nyoblos pilkada, silahkan gunakan hak pilih anda. Mau milih calon yang mana, monggo. Buat yang nggak mau milih, juga nggak dilarang, itu hak sampeyan. Selamat nyoblos ....

Minggu, 15 Juni 2008

Trekking PDL bersama Bandung Trails

Beberapa hari yang lalu, ada email dari milis IRPS, cc keretapi, kalau IRPS diminta bantuan untuk menjadi narasumber acara Bandung Trails. Katanya sih mau bahas soal sejarah masuknya kereta ke BD. Menurut rencana, IRPS jadi narasumber untuk acara tanggal 150608. Hmm, boleh juga ngikut ini acara, sekalian ngobatin penyakit edan sepur.

Karena ini acara hari Minggu, dan liat itinerary, nggak mungkin dateng gereja sore. Jalan tengahnya, gereja pagi, terus nyusul acara. Lagian dari Merdeka ke Stasiun BD nggak jauh-jauh amat. Setelah ngobrol sama kumendan, aspek aman, eksekusi rencana.

Abis gereja kelar, 0745, langsung meluncur ke viaduct, gabung kelompoknya Tantra. Karena nggak gitu ngerti banyak soal sejarah sepur yang masuk BD, jadi semboyan 21 aja di kelompok ini. Paling-paling jawab pertanyaan aja, itupun kalo ada yang nanya dan ngerti jawabnya. Kalo nggak ngerti, ya dilempar ke masternya.

Setelah dari viaduct, lanjut ke gedung Daop 2, yang dulunya hotel. Jalan lagi ke stasion, masuk ke South VIP Room, buat ngisi "radiator" pake es jeruk. Setelah cukup dingin, ngubek-ubek stasiun BD dilanjut ke dipo lokomotif BD. Akhirnya, teman-teman Bandung Trails tahu tempat mangkalnya, IRPS BD, termasup puun tempat kita mangkal, si Kirow dan turntable tenaga manusia. Banyak sih yang belum percaya kalau turntable diputar orang. Harap maklum, mereka orang normal, jauh dari kita yang udah keracunan parah virus edan sepur.

Perjalanan ke PDL, yang rencananya pakai KLB, ternyata nggak jadi. Penggantinya pakai "kereta" luar biasa, yang sudah disterilkan pamsuska. Malah ide sebelumnya, kereta nggak perlu steril, campur sama penumpang biasa. Dengan alasan keamanan, opsi ini nggak jadi diambil. Maklum aja, banyak yang bawa senjata canggih, anak-anak, orang tua. Ntar kalo ada apa-apa, siapa yang mau tanggung jawab. Kalo jawabnya aja sih enak, nanggungnya siapa yang mau. Walhasil, pasukan IRPS jadi pasukan keamanan dadakan. Tiap pintu kereta paling belakang dijaga wadyabala IRPS, termasuk pintu belakang. Ada yang bikin kereta ini bener-bener luar biasa. Kalau kereta biasa, kondekturnya mintain karcis buat diperiksa. Tapi di kereta ini, pihak Bandung Trails, jadi kondektur, bagiin karcis.

Sampai di PDL, dilanjutkan trekking menyusuri rel ke arah Tagogapu. Rencana ke Tagogapu dibatalkan, tepatnya diperpendek, cuma sampai PJL 139, mengingat banyak yang bawa anak-anak. Lagian sampai PJL 139 udah tengah hari. Kalau nekat sampai Tagogapu, mau kelar jam berapa?? Di PJL 139 aja ada yang nyerah, balik PDL pake angkot.

Sebenernya ngawal mereka lumayan susah. Mengingat peserta belum begitu teracuni penyakit mendem sepur, masalah keselamatan jadi perhatian. Gimana caranya berjalan di track aktif lintas utama dengan aman, yang dalam keadaan normal sebenarnya ini melanggar hukum. Baru sampe rumah sinyal PDL, udah lewat KA Kontainer TPK-GDB ditarik CC 201 34. Kalo ada yang kesamber, bisa dipolisikan, kena 359. Nggak jauh dari sana, melintas Parahyangan dengan CC 203 11. Pas perjalanan balik ke PDL, dari arah PWK melintas Argo Gede ditarik CC 203 41.

Saatnya makan siang, di PDL, tiba tiba melintas KA Serayu yang ditarik CC 201 57 livery merah biru. Langsung aja penyakit edan sepur tiba-tiba kumat. Dengan berlari ke ujung sepur 2 PDL, nggak peduli orang ngeliatin, langsung aja pasang aksi, jeprat-jepret dengan kamera di tangan. Mungkin yang ada di pikiran orang-orang, ini orang ngapain lari-larian di setasiun ngejar kereta. Nggak lama kemudian, KA kontainer lewat lagi di PDL dari arah PWK, langsung pasang aksi dengan tetap memperhitungkan faktor keamanan.

Menjelang balik, KRD PDL - CCL masuk spoor 1 PDL, di belakangnya KA Parahyangan masuk, ke spoor 3 BLB, silang dengan KA Parahyangan yang berjalan langsung di spoor 2. Setelah KA Parahyangan lewat, barulah lok KRD langsir. Menjelang berangkat, sempat terjadi insiden kecil. Seseorang, yang diduga pencoleng, berusaha masuk kereta paling belakang. Untung saja penyusup ini ketahuan. Langsung saja kereta dalam keadaan siaga satu. Semua anggota rombongan diminta tidak mengeluarkan barang-barang yang dapat memancing tindak kriminal, sampai kereta benar-benar meninggalkan stasiun.

Rencana berhenti di CMI akhirnya dibatalkan mengingat rombongan sudah kehabisan tenaga. Nggak kebayang kalau trekking diteruskan ke Tagogapu, habis semua. Akhirnya rombongan tiba di BD jam 1415. Dilanjutkan sesi ramah tamah pihak Daop 2, Bandung Trails dan IRPS. Nggak lupa setelah acara kelar, ditutup sesi foto bersama yang punya gawe, yaitu IRPS, Bandung Trails dan PT KA.


Berdiri : ?, ?, Tantra (IRPS), Krisnah (IRPS), ? (Bandung Trails), ? (Bandung Trails), Vian (IRPS), Pak Mateta (PT KA), Aryo (IRPS), Pura (IRPS), Asep (IRPS), Rizky (IRPS), Tommy (IRPS), Kris (IRPS), Sampurno (IRPS), temannya Adrianus (IRPS)
Duduk: ? (Bandung Trails), ? (PT KA), ? (Bandung Trails)

Sori banyak yang nggak ngerti namanya, gak sempat kenalan lebih jauh, kalau ada yang kenal, silakan kasih tau yah .....

Minggu, 08 Juni 2008

Paradoks?

Beberapa waktu lalu, aku dapat sebuah email dari seorang teman. Subjectnya God's Paradox. Isinya cukup berat juga. Kalau memang Tuhan itu maha segala-galanya, bisa nggak Dia buat sebuah batu yang sangat berat hingga Tuhan nggak mampu mengangkatnya? Kalau Tuhan nggak bisa menciptakan batu itu, artinya bukan maha pencipta dong. Kalau bisa menciptakan batu itu, tetapi tidak kuat mengangkatnya, artinya kekuatan Tuhan terbatas. Kalau Tuhan memiliki keterbatasan, artinya Tuhan macam apa itu? Inilah God's Paradox, tulis seorang teman

Secara logika, memang benar begitu adanya. Yang ada hanya 0 dan 1, true dan false. Kalau kondisi yang disyaratkan tidak terpenuhi, maka hasilnya 0, false. Tapi apabila terpenuhi, akan menghasilkan nilai 1, true. Apapun pendapat anda soal Paradoks Tuhan di atas, terserah anda. Mau dijelaskan pakai teologi apapun, monggo berikan pendapatnya. Yang jelas, bagi saya, masalah iman adalah masalah yang sangat pribadi, yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun, dan dengan cara apapun.

Sebagai penutup, ada lagi kasus paradoks yang cukup memusingkan. Seandainya kita dapat membuat mesin waktu dan dapat bepergian ke masa lalu, kita pergi ke suatu masa di mana kakek dan nenek kita menikah. Kita bunuh nenek kita sendiri untuk mencegah kelahiran ibu kita dan mengubah sejarah. Pertanyaannya, kalau kita bisa membunuh nenek kita, bagaimana bisa terjadi? Padahal dengan tewasnya sang nenek, ibu kita tidak akan pernah lahir, sehingga kita tidak pernah ada. Mungkinkah ada dunia yang paralel dimana masing-masing dunia memiliki plot masing-masing yang tidak saling berkaitan? Mirip di serial Sliders dan Back to the Future Trilogy

Pusing? Sama ....

Sabtu, 07 Juni 2008

Trip Report Parahyangan 070608

Setelah suntuk berkutat dengan pekerjaan yang tiada habisnya, akhirnya weekend pun tiba. Sebenernya sih tanggal 070608 PP, mau jagong manten di DP nyepur. Berhubung pada nggak mau nyambung pake KRL eko, ya udah, PP pada naik travel. Apa mau dikata kalau mereka milih travel, meski ongkosnya lebih mahal. Akhirnya aku milih mengobati penyakit edan sepur saja dengan nyepur pake Parahyangan BD - GMR - BD. Selagi murah, dan siapa tahu dapat objek foto yang cukup menarik.

Setelah dipikir-pikir, diambillah KA 55 dengan ETD 0630 dari BD, dengan harapan bisa balik BD dengan KA 58 ETD 1045 dari GMR. Artinya masih bisa ngumpul di Dipo BD, karena KA 58 ETA BD 1333. Setelah membeli tiket KA 55 seharga 20 ribu, ada yang aneh dengan tiket KA 55. Relasi KA 55 bukan BD - GMR, tapi BD - JAKK!!! Nggak tahu relasi ini berlaku mulai kapan. Kalau tahu ada relasi ke JAKK, mendingan jagong manten naik KA 55, sambung KRL dari JAKK ke DP. Bodo ah, nggak penting, yang penting tetep nyepur.

Masuk ke peron BD, di spoor 6 sudah ada KA 15 yang ditarik CC 204 09. KA 55 siap di spoor 5 dengan stamformasi 5 K2 (K2-86529, K2-82506, K2-82509, K2-82508, K2-82507), 1 MP2 (MP2-64503), 2 K1 (K1-93501, K1-64506) dengan ditarik CC 204 08 dengan posisi long hood.

0630, PPKA BD memberikan semboyan 40 kepada KA 55. Karena kereta bisnis 1 penuh, coba jalan ke kereta bisnis lainnya, siapa tahu ada kereta yang kosong. Ternyata kereta bisnis 4 dan 5 cukup kosong. Pindah saja aku ke kereta bisnis 5, toh kalau ada yang punya, aku kembali ke kereta bisnis 1.

Perjalanan KA 55 nggak banyak yang dilakukan selain bengong lihat pemandangan. Cuma dengerin suara flens beradu dengan rel. Mau hunting, belum tahu medan. Yah, itung-itung perjalanan ini pengenalan medan aja. Minimal udah tau mana spot yang menarik dan timing pengambilan gambar.

0815, tiba di stasiun Cikampek. Banyak gerbong GW dan YW yang mangkrak di sana. Sebenernya sih masih lebih banyak yang mangkrak di Dawuan, tapi cuma GW kayaknya, soalnya di Dawuan pernah ada spoor simpang ke arah pabrik semen. Dan yang masih terbaca di gerbong GW adalah angkutan kurs semen IDO. Sayang spoor simpang itu kayaknya udah mati

0936, sampai JNG. Di JNG, ada Plasser & Theurer PBR-400 dan sebuah MTT stabling di sana. Lewat Dipo JNG, cukup banyak loko yang stabling, tapi nggak jelas lok apa saja dan milik dipo mana.

0945, KA 55 tiba di GMR, masuk lewat spoor 2. Langsung turun dan cari tiket KA 58. Sebenernya agak ragu sih, bakal dapat seat atau nggak. Kalau nggak, sudah siap senjata, koran bekas buat alas duduk di bordes kereta paling belakang, alias backriding. Ternyata masih dapat seat di kereta nomer 4, kereta kedua dari belakang.

1043, KA 58 masuk sepur 1 GMR dari JAKK. Yang kucari bukan kereta 4, tapi langsung menuju kereta 5, siapa tahu kosong. Mencoba berdiri di ujung kereta 5 sampai JNG sambil menunggu perkembangan, apakah KA 58 penuh atau tidak.

Sampai JNG, ternyata kereta 5 mulai terisi setengah. Kesimpulannya, KA 58 penuh. Seneng juga sih lihat Parahyangan laris manis. Sayangnya nggak bisa backriding, rugi kalau seat sampai dikudeta orang. Di KA 58 nggak banyak yang dilakukan. Paling-paling menikmati perjalanan aja. Yang jelas KA 58 sempat BLB di Cilame, silang dengan KA 59. KA 58 tiba di BD 1345, bonus 12 menit dari jadwal.

Sebenernya sih rencananya bukan one day tour, tapi mau ke Bintaro (sorry Dee, nggak jadi ke sana). Tapi nyambung kereta ke PDJ cukup susah, karena banyak yang batal, makanya dibatalkan. Lagian Dee bilang kalau hari libur jangan naik angkot apa bis, macet. Sorry juga buat Debbie, nggak jadi gabung di resepsi kawinan Nissa di DP. Pas dikau telpon, aku dah sampai BD lagi.

Weekend depan mau nyepur kemana lagi ya ...? BD - CMI - PDL kayaknya boleh tuh ....

--- semboyan 21 ---

Jumat, 06 Juni 2008

Mau Nyepur Kok Susah

Nggak tahu kenapa, kok tiba-tiba pengen nulis yang agak serius. Biasanya sih kalo nulis ngetik nggak jelas. Mungkin sih ini gara-gara gagal nyepur rame-rame ke GMR.

Nyepur ke GMR sambung DP gagal karena akses menuju DP cukup susah. Padahal banyak skenario sudah disusun, berdasarkan informasi dari temen-temen semua, Hanafi, Dee, Mbah Klewung. Mulai dari ikut KRL ke JUA, turun di JNG sambung ke MRI, sampai ke JAKK baru balik ke DP. Tapi, anggota rombongan bukan edan sepur, begitu denger naik KRL eko ke DP langsung mukanya suram semua. Yang terbayang KRL eko penuh banget, sampai-sampai jadi double decker. Mendingan naik travel dah.

Bingung juga sih kalau dari BD mau ke arah BOO atau SRP, kalau pengen nyepur. Kalau pengen ke arah BOO naik KRL AC, turun di GMR. Apesnya, hari Sabtu, Minggu dan hari libur, ada Express AC yang batal. Selain itu, Express AC juga nggak berhenti di tiap setasiun. Ini bisa disiasati, dengan turun di setasiun di mana Express AC berhenti, lalu sambung KRL ekonomi. Ini dijamin repot, karena kudu beli karcis lagi (no freeriders please), terlebih lagi kalau bawa barang segambreng.

Kalau mau naik KRL ekonomi, tetep aja harus gonta-ganti kereta. Turun di JNG, sambung Ciliwung ke MRI (kata Mbah Klewung gak usah bayar), tapi jadwal Ciliwung batal hari Sabtu, Minggu dan hari libur. Kalau beruntung, bisa ketemu KRL Eko Bekasi jurusan THB lewat MRI, atau kereta jarak jauh tujuan THB. Bisa turun di MRI, atau THB sekalian, baru sambung KRL eko tujuan BOO. Alternatif lain, tetep turun di GMR, lalu ikut KRL ke JUA, baru balik arah ke BOO. Kalau perlu bablas ke JAKK sekalian, baru balik BOO.

Ke SRP nggak kalah ribetnya. Karena akses ke THB, satu-satunya hub ke SRP, hanya ada ekonomi Bekasi dan KA jarak jauh, mau nggak mau, harus turun di JNG, sambung ke THB, lanjut KRL tujuan SRP, baik Express atau ekonomi. Bisa juga naik odong-odong jurusan Rangkas. Tapi seperti biasa, yang namanya express, ada yang batal tiap hari libur/Sabtu dan Minggu.

Duh ... pengen nyepur kok susah. Coba kalau bisa BLB di MRI, Parahyangan aja deh, baik dari arah BD maupun dari GMR. Penumpang dari arah BOO dan SRP lewat THB bakal lebih mudah mengakses kereta tujuan BD. Apalagi kalau Ciliwung dan express nggak batal di hari libur/akhir pekan, bisa jadi feeder untuk KA dari Daop 2, bahkan untuk KA jarak jauh sekalipun.

Di suatu milis, pernah diwacanakan, kalau perlunya ada feeder dari arah SRP, bahkan kalau perlu, setiap hari, ada 1 kereta ditarik ke arah SRP sebagai feeder, nanti dirangkai di MRI, mirip Punokawan yang jadi feeder Bengawan. Sebenernya ini ide yang cukup bagus, mengingat pangsa pasar Parahyangan dan Argo Gede yang sudah digerogoti travel, semenjak tol Cipularang (Tipularang kalo kata Bagus) diresmikan. Apalagi kini dengan 20 ribu aja udah bisa ke GMR dari BD.

Pengen rasanya naik sepur kaya di jaman SS dulu, yang katanya selalu penuh karena jadi andalan transportasi. Padahal sepur dikenal sebagai alat transportasi massal yang hemat energi, tapi kenapa sektor perkeretaapian malah dikesampingkan. Pemerintah malah sibuk bangun jalan tol, bahkan di dalam kota. Nggak ngerti ah ... pokoknya selama masih bisa nyepur, nyepur aja. Pusing ah

Salam sepur

--- Semboyan 21 ---

#heran, bisa agak serius kaya gini

Rabu, 04 Juni 2008

Gak Jadi Nyepur Rame-rame....

Kemaren PP dapet ulem-ulem jagong mantennya Nissa di Depok. Berhubung acara kawinan adalah sekali seumur hidup, sampai maut memisahkan (kaya lagu aja, Till Death Do Us Part), maka disempatkanlah buat hadir. Awalnya sih ada sekitar 10 orang yang mau berangkat, mau nggak mau, harus sewa mobil. Diitung-itung, pokoknya jatuhnya per kepala sekitar 125 ribuan. Lumayan mahal buat anak PP, yang suplai "HSD" masih bergantung pada "Rangkaian Ketel" dari ortu.

Opsi berikutnya, beralih ke KA Parahyangan. Dengan tarif promosi K2 20 ribu, dihitung-hitung, sangat terjangkau. BD - GMR - BD habis 40 ribu. Naik KRL ekspres, GMR - DP - GMR, mentok 25 ribu. Total cuma 75 ribu, udah di mark up. Selisih 50 ribu dari sewa mobil.

Buatku, lumayan nih buat ngusir jenuh. Nyepur BD - GMR - DP - GMR - BD. Lagian kalo rame-rame, semoga aja bisa minta BLB di MRI, secara Parahyangan nggak berhenti di MRI. Kalo denger cerita dari temen-temen, selama ada 5 penumpang aja, KA bisa BLB. Kalo 10 orang, lumayan juga tuh. Juga berjuang, biar rangkaian balik BD juga BLB di MRI. Pertimbangannya sih, kalau dari MRI, lebih banyak KRL yang ke DP. Kalau dari GMR, yang ada cuma KRL ekspres, yang belum tentu berhenti di DP. Belum lagi yang batal di hari Sabtu. Kalo KRL ekonomi, pasti berhenti di DP, tapi ls di GMR. Kalau di MRI, semua pasti berhenti.

Setelah tanya kiri kanan, ada beberapa alternatif, kalau nggak bisa BLB di MRI. Pertama, turun di GMR, terus ngikut KRL ke JUA, baru ke DP. Kedua, turun di BKS atau JNG, terus sambung ke MRI. Dari MRI, baru ke DP. Improvisasinya, nyambungnya nggak hanya sampai di MRI, tapi lanjut sampe JAKK. Opsi ini hanya disukai wong edan sepur.

Setelah semua skenario siap, berharap bisa BLB di MRI dengan pasukan 10 orang, berangkat pakai KA 53, balik BD pakai KA 62. Ke DP dan dari DP, pakai KRL ekonomi dari MRI. Kalau nggak bisa BLB di MRI, kudu sambung ke JNG apa GMR, mana yang lebih menguntungkan.

040608 siang, ada SMS masuk, ternyata yang jadi berangkat, akhirnya cuma berempat aja. Nggak berani deh minta BLB di MRI. Lagian skenarionya berubah. Kalau mau ikut, harus selingkuh pakai travel pulangnya. Duh ... mimpi apa semalam, lagi pengen nyepur, kok dipaksa naik lawan sepur. Kalo ketahuan sesama railfan, bisa-bisa digantung pake Kirow dah. Minimal disuruh muter lok di turntable sendirian. Yah kalau mau ikut, mendingan balik sendiri dah, naik KA 62, KA 24 atau KA 26. Biarin dah sendirian, yang penting naik sepur.

Kalo tetep nggak bisa dateng jagong manten, nyepur aja ke GMR, naik KA 55, balik BD naik KA 58 atau KA 60, abis itu nongkrong di dipo BD. Rencana sih PP mau naik KA 55, nggak tau juga bener apa nggak. Biar BBM naik, tarif tol naik, nyepur jalan terus ....