Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Minggu, 30 Januari 2011

Ruang Publik

Akhirnya, setelah alun-alun Bandung dipagari, seolah-olah warga Bandung kehilangan sebuah ruang publiknya kembali. Pagar yang tinggi dan gagah terkesan angkuh, seolah-olah menantang setiap warga yang hendak memanfaatkan ruang publik tersebut untuk beraktivitas. Memang, awalnya ditujukan untuk mencegah pedagang kaki lima berjualan di kawasan alun-alun, dan sejauh ini cukup berhasil. Kalau memang hanya untuk mencegah pedagang berjualan di sana, mengapa sebelum dipagari, para pedagang itu tidak ditertibkan, padahal selama ini, aparat ketertiban selalu mangkal di sana. Apakah dengan pemagaran ini akan mencegah adanya pedagang di sana untuk selamanya?


Kita mundur sejenak dua tahun ke belakang, tepatnya di akhir tahun 2008. Warga Bandung kehilangan sebuah ruang publik, yaitu Taman Maluku. Pemkot Bandung memutuskan untuk memagari Taman Maluku karena tempat itu dipakai bermalam gelandangan. Padahal taman itu tidak jauh dengan Kantor Dinas Pemakaman dan Pertamanan yang notabene bertanggung jawab atas taman tersebut. Mungkin saja dinas tersebut merasa tidak berwenang untuk melakukan penertiban, atau entahlah. Yang jelas, kita sudah tidak bisa memanfaatkan Taman Maluku sebagai ruang publik.

Kembali ke alun-alun, sebenarnya Pemkot Bandung bukan yang pertama melakukan pemagaran terhadap ruang publik. Pemerintah kota Magelang pernah melakukan pemagaran terhadap alun-alunnya di masa pemerintahan Walikota Rudy Sukarno (1989-1994) dengan alasan menjaga keasrian alun-alun untuk mempertahankan piala Adipura. Tetapi sekarang pagar tersebut telah dibongkar, dan dikembalikan kembali ke fungsinya sebagai ruang publik. Memang, perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan penertiban agar ruang publik tersebut tidak dikuasai pedagang kaki lima dengan alasan mencari penghidupan.

Penertiban terhadap pedagang kaki lima yang telah merampas ruang publik pasti menimbulkan polemik, apalagi kalau pedagang tersebut telanjur betah di sana. Dengan alasan digusur saat mencari makan, mereka merasa dizalimi pemerintah. Padahal mereka yang melanggar aturan berdagang. Hal ini terjadi pada penertiban pedagang di Gasibu. Saat ini sebagian dari mereka berdagang di lokasi yang telah ditetapkan oleh pemda. Sebagian lagi pindah entah kemana.

Salah satu ruang publik yang tersisa di Bandung adalah ajang Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD). Awalnya, ajang ini disambut baik oleh warga, karena mereka bisa beraktivitas dengan nyaman dan berbaur dengan warga lainnya. Tetapi, belakangan ini mulai banyak dikeluhkan, karena mulai banyak pedagang merambah lokasi ini. Suasana yang semula nyaman, menjadi tidak nyaman karena banyaknya pedagang kaki lima. Semoga pemkot menaruh perhatian akan hal ini.

Kapan ada pemerintah yang peduli terhadap ruang publik ya? Bukan menambah pusat perbelanjaan, tapi ruang terbuka yang dapat menjadi tempat warga kota bersosialisasi. Semoga saja impian saya menjadi kenyataan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar