Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Rabu, 20 Februari 2008

Hasan, Bocah Penjaga Perlintasan Kereta Api di Kaliombo

Upahnya untuk Obatkan Sang Ayah ke Rumah Sakit
Hujan deras tak menyurutkan semangatnya. Berteman jas hujan dan bendera merah kumal. Umpatan pengendara motor pun jadi hal biasa. Menjadi santapannya sehari-hari.

AHYA ALIMUDDIN, Kediri
---

Kulitnya legam, menandakan sering terkena sengatan sinar sang mentari. Topi dan celana pendek yang dikenakan membuat penampilannya mirip Si Bolang. Tokoh film anak-anak yang di putar salah satu stasiun televisi swasta.

Tubuh kecilnya terlonjak dari duduknya ketika lamat-lamat terdengar suara kereta dari jauh. Bocah kelas VIII SMPN 7 Kediri ini kemudian berdiri di tengah jalan beraspal. Mengacungkan bendera merah kumalnya. Menyetop kendaraan yang hendak melintasi rel.

Ya, bocah bernama lengkap Muhammad Hasan Basri ini memang seorang penjaga pintu perlintasan kereta api (KA). Tapi, tentu saja, bukan petugas resmi dari PT KA. Hasan adalah penjaga sukarela satu dari sekian banyak perlintasan KA yang tak berpalang pintu. Lokasi ’tugasnya’ di Jalan Kaliombo Kota Kediri.

"Saya di sini (jadi penjaga perlintasan KA, Red) sejak kelas 5 SD," cerita Hasan.

Itu berarti tiga tahun silam. Dan selama itu, Hasan bertugas mulai pukul 14.00 hingga menjelang maghrib. Dia meninggalkan posnya bila ingin makan atau salat.

Di antara penjaga perlintasan KA tak berpalang pintu yang ada di Kota Kediri, hanya Hasan yang seorang bocah. Dua rekannya di tempat itu juga orang dewasa. Yaitu Suparjan, 61, dan Suprih, 37.

Perbedaan usia itu justru memudahkan pembagian waktu kerja ketiganya. Suparjan, atau akrab disapa Mbah Jan, kebagian ’shift’ pagi. Mulai pukul 06.00 hingga 14.00. Setelah itu diganti Hasan yang sudah menyelesaikan waktu sekolahnya. Usai Hasan, giliran Suprih yang bertugas hingga kereta terakhir lewat. Yakni sekitar pukul 23.00.

Awalnya, Hasan hanya iseng jadi penjaga perlintasan di situ. Lama-kelamaan jadi rutinitas. Apalagi setelah didukung oleh Mbah Jan. "Daripada hanya dolan saja, saya sarankan tetap menjaga (perlintasan KA, Red)," kata kakek satu cucu tersebut.

Saran Mbah Jan memang tepat. Dari pekerjaannya itu, Hasan bisa mendapatkan uang antara Rp 10 ribu hingga Rp 25 ribu per harinya. Uang itu dari tip yang diberikan pengendara motor yang melintas.

Penghasilan sebanyak itu sangat membantu Hasan yang ayahnya hanyalah tukang becak. "Untuk bayar sekolah dan beli buku," tuturnya lirih.

Sebagai tukang becak, penghasilan ayah Hasan hanya cukup untuk makan. Sedangkan upaya ibunya jadi buruh cuci juga tak banyak membantu. Dengan mengandalkan upahnya tersebut, kini Hasan benar-benar bisa mandiri. Sejak tiga tahun lalu, Hasan tak lagi jadi beban orang tuanya. Biaya study tour hingga syukuran khitanan dirogoh dari kocek Hasan sendiri.

Hasan bahkan masih bisa membantu orang tuanya. Bila uangnya masih tersisa, diserahkannya pada Sriani, sang ibu.

Suatu ketika, ayah Hasan harus opname di rumah sakit karena infeksi lambung. Uang yang diberikan Hasan itu juga yang digunakan untuk melunasi sebagian biaya.

Tapi, bukan hanya cerita suka yang diperoleh Hasan selama tiga tahun bertugas. Dukanya, kalau hujan dan ada pengendara yang ngeyel. Tak jarang, Hasan jadi sasaran caci-maki pengendara yang tak sabar menunggu kereta melintas. "Biasanya mereka protes lha wong keretanya masih jauh kok sudah distop," lanjut anak keenam dari tujuh bersaudara ini.

Menurut Hasan, dulu pernah ada bocah lain yang juga ikut menjadi penjaga perlintasan. Sayangnya, bocah cewek yang masih kelas 6 SD tersebut tak meneruskan karena malu. Ini berbeda dengan dirinya yang tak malu melakoni pekerjaan seperti itu. Dia pun bertekad tetap menjadi penjaga perlintasan walaupun nanti masuk ke sekolah yang lebih tinggi.

Apalagi, walaupun harus nyambi bekerja seperti itu ternyata tak mempengaruhi prestasi Hasan di sekolah. Dia selalu menyempatkan diri untuk belajar sehabis bertugas. Hasan juga tetap bertugas walaupun tengah ujian.

"Nilainya cukup baik, malah di atas rata-rata kelas," tutur Riyadi, wakil kepala SMPN 7 Kediri.

Pihak sekolah, menurut Riyadi, sangat paham dengan kondisi anak didiknya itu. Mereka juga beberapa kali memberi bantuan. Baik itu lewat dana sosial maupun zakat. (fud)

RADAR KEDIRI Rabu, 20 Feb 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar