Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Minggu, 30 Januari 2011

Kereta dan Gerbong Kosong di Ujung Rangkaian

Pasca PLH yang KA Mutiara Selatan dan KA Kutojaya Selatan di stasiun Langen tanggal 28 Januari 2011 silam, terbit instruksi yang terasa cukup aneh dari pengelola kereta api di negeri ini. Perintah itu adalah mengosongkan kereta paling depan setelah lokomotif dan kereta paling belakang dari penumpang. Mungkin pemikiran beliau-beliau adalah menghindari jatuhnya korban jiwa, kalau-kalau terjadi PLH lagi karena adu kambing maupun diseruduk. Beliau-beliau mungkin berpendapat kereta terdepan dan kereta paling belakang akan menjadi the rolling coffin karena efek tumbukan langsung maupun efek teleskopik karena besi beradu dengan besi.

Yang ada di pikiran beberapa railfan, apa nggak rugi menjalankan kereta kosong? Trus apakah kereta kosong tersebut dijamin benar-benar steril dari penumpang dari stasiun awal hingga stasiun akhir? Belum lagi kendala dari keterbatasan rolling stock yang ada. Dan kereta yang digunakan sebagai buffer ini bermacam-macam, mulai dari kereta B, BP, K3 hingga MP2.

Tiba-tiba terlintas pemikiran, kira-kira mungkin tidak mengadakan kembali rangkaian campuran barang dan penumpang. Di ujung-ujung rangkaian dipasang kereta B atau gerbong GGW. Selain sebagai buffer, kereta dan gerbong ini bisa dimuati kargo, yang secara tidak langsung bisa menjadi tambahan pemasukan dari angkutan barang. Kalau dari hitungan ekonomi sih seharusnya bisa, tapi dari hitungan teknis belum tentu. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk meluncurkan rangkaian campuran, terutama menyangkut kesiapan sarana yang kembali bermuara di faktor keselamatan.

Yah, ujung-ujungnya kembali lagi kepada penyelenggara sarana. Mau dijadikan seperti apa kereta api kita, mau dibawa ke arah yang lebih baik, atau dimatikan pelan-pelan. Semoga saja kepedulian terhadap kereta api kita semakin meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar