Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Minggu, 24 Januari 2010

Sulitnya Memarkir Sepeda di Mal

Malang benar nasib pesepeda di Kota Bandung. Di jalanan, mereka harus bertarung dengan sepeda motor, mobil, truk, bahkan bus. Upaya mereka menjaga kesehatan sekaligus mengurangi polusi justru harus dibayar dengan asap kendaraan yang terhirup selama di perjalanan. Begitu sampai tujuan, pesepeda masih dibuat pusing mencari tempat parkir.

Kalau pusat perbelanjaan (mal) menjadi tujuan wisata favorit bagi warga Kota Bandung pada umumnya, tidak demikian bagi pesepeda. Ke mal berarti harus menyiapkan diri ditolak oleh petugas parkir.


Seperti yang dialami oleh Dewi Gilang Kurnia (36), salah seorang pesepeda asal Bandung. Suatu sore akhir pekan lalu, ia bersama teman-teman sesama pencinta sepeda berkunjung ke mal di Jln. Sukajadi Kota Bandung. Setelah melewati kemacetan di depan mal, sampailah iring-iringan sepeda yang terdiri atas tujuh orang itu di pintu masuk pelataran parkir mal itu.

Melihat iring-iringan sepeda hendak masuk ke pelataran parkir, seorang petugas dari arah dalam mendatangi mereka. ”Sepeda tidak boleh masuk,” katanya. Alasannya, pelataran parkir itu hanya untuk mobil.

”Kalau mau di tempat parkir sepeda motor,” ucap petugas itu.

Itu bukan pilihan yang lebih baik. Tempat parkir sepeda motor di sana bentuknya seperti kotak yang ditumpuk-tumpuk. Akses masuknya tidak dibuat melingkar, tetapi berupa tanjakan-tanjakan berbentuk zig-zag. Bukan jalur yang ramah untuk sepeda.

Gagal tawar-menawar dengan petugas, Dewi dan teman-temannya mengalah. Mereka kemudian menuju ke tempat parkir di pelataran salah satu toko yang terletak di seberang mal itu.

”Maaf Teh, tidak bisa buat sepeda. Enggak ada tempatnya,” kata si juru parkir.

Melihat ada tempat yang masih kosong dan cukup untuk sepeda, salah seorang mengatakan, ”Di situ kan bisa. Kita bayar kok, sama seperti sepeda motor.”

”Bukan soal bayarnya Teh, kalau ada motor nanti ditaruh mana,” kata si juru parkir lagi.

”Heran ya tidak dianggap sekali sepeda,” kata yang lain dengan nada jengkel.

Akhirnya iring-iringan menuju ke tempat parkir di sebelahnya. Setelah mengatakan bersedia membayar tarif parkir seperti sepeda motor, juru parkir mengiyakan rombongan tersebut memarkir sepeda mereka.

Mencari tempat parkir bukan urusan mudah bagi pesepeda, apalagi di mal. ”Aku sudah lumayan pernah nyobain semua mal kecuali yang di daerah selatan. Hanya di BEC (Bandung Electronic Centre) yang ada parkir sepedanya. Di Istana Plaza lumayan enak juga, boleh didorong sampai ke dalam,” katanya.

Ada mal yang memperbolehkan pesepeda merantai sepedanya di pagar mal, seperti di Bandung Trade Centre (BTC) Kota Bandung. Bagi pemilik sepeda lipat, beberapa mal ada yang memperbolehkan membawa sepeda yang sudah terlipat masuk ke dalam, tetapi ada juga yang melarang. Yang paling sering, menitipkan sepeda kepada satpam dengan imbalan sukarela.

”Kita sering dikira tidak mau membayar. Padahal kita tidak masalah, asalkan sepeda kita terparkir dengan baik, aman dan terlindungi,” katanya.

**

Ketua Bike to Work (B2W) Bandung Satiya Adi Wasana mengakui, sejauh ini belum banyak mal yang bersahabat dengan sepeda. Bahkan, ada anggota yang kehilangan sepedanya saat diparkir di sebuah mal.

”Kita pernah mengadakan kegiatan yang finisnya di mal. Itu harus berdebat panjang dulu untuk mengizinkan sepeda bisa masuk ke areanya, awalnya tidak boleh karena khawatir lantainya rusak,” katanya.

Soal keberpihakan kepada pesepeda, mal-mal di Kota Bandung tergolong tertinggal dengan yang ada di Jakarta. Mal-mal mewah di sana sudah menyediakan tempat parkir khusus untuk sepeda.

”Sekarang kan komunitas sepeda jumlahnya semakin banyak, seharusnya mal juga mulai berwawasan lingkungan,” katanya berharap. Idealnya, tempat parkir sepeda memberikan ruang yang cukup sehingga sepeda bisa tegak berdiri, mempunyai penjepit untuk mengunci sepeda, terlindungi dari hujan dan panas.

Di luar negeri, sepeda justru mendapat tempat parkir yang paling dekat dengan bangunan mal. Justru mobil yang lebih sulit mencari parkir.

Di Bandung, hanya Bandung Electronic Centre (BEC) yang menyediakan tempat parkir khusus untuk sepeda. Pesepeda bisa meletakkan sepedanya di penjepit yang sudah disediakan. Saat ini sudah ada dua lokasi yang masing-masing cukup untuk delapan sepeda. Dalam waktu dekat akan ditambah satu lokasi lagi.

Tempatnya berdekatan dengan tempat parkir mobil untuk wanita. Letaknya tidak menyulitkan karena berada di lantai yang sama dengan pintu masuk. Tidak perlu khawatir dengan tanjakan. Gratis pula!

”Kami tidak rugi sama sekali. Kebijakan ini memang bukan untuk cari untung. Tinggal memanfaatkan titik-titik yang bisa dipakai. Mereka yang datang ke sini dengan sepeda berarti sudah ikut peduli lingkungan,” kata Zemary, salah seorang staf manajemen BEC.

Rupanya projek sosial itu malah mendatangkan keuntungan. Banyak kegiatan berwawasan lingkungan yang dilaksanakan di sana. Tidak hanya pesepeda, komunitas pegiat lingkungan seperti menemukan ”rumah”. Jadi, kenapa harus takut rugi? (Catur Ratna Wulandari/”PR”)***

sumber: Pikiran Rakyat, 24 Januari 2010

1 komentar:

  1. Artikel bagus. Menurut saya seharus tidak cuma mall ya... seperti tempat umum lainnya seperti masjid, bank, ruko dll... seharusnya bisa menjadi contoh baik tanpa dipandang sebelah mata... sukses terus blognya

    BalasHapus