Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Jumat, 23 Oktober 2009

Sepedahan = Vivere Pericoloso?

Pagi ini berangkat ngantor ndak pake sepeda (lagi) ... karena malam sebelumnya harus ngambil senjata buat acara Pesparawi besok. Seperti biasa, rute yang dijalani ndak jauh berbeda dengan rute nyepeda. Bedanya, kalau sepedahan nggak lewat Cipaganti, tapi lewat Djundjunan.

Pas di Wastukencana, sempat ketemu pengendara sepeda lipat. Dia pake seli warna silver, ndak tau mereknya apa, datang dari arah Merdeka. Di perempatan Cipaganti - Pasteur, ketemu seseorang pake road bike. Ketemu lagi sama biker di lampu merah Cipaganti - Sampurna - Bapak Husen.

Saat ketemu pengendara terakhir itu, nyaris terjadi PLH antara pengendara sepeda dengan oknum pengendara motor. Saya ndak mau nuduh siapa yang ndak punya, atau minimal ndak bawa otak di jalan. Yang jelas kalau boleh dibilang, pengendara sepeda itu posisinya sangat lemah. Kalau kata Bung Karno, "vivere pericoloso" alias living dangerously.

Gimana ndak vivere pericoloso, lha sampai sekarang aja kalau mau sepedahan harus berbagi jalur dengan kendaraan lain. Iya kalau pengendara lain ngerti seberapa lemahnya sepeda, kalo ndak, ya harus jaga diri baik-baik deh. Belum lagi semburan gas beracun dari knalpot kendaraan bermotor yang nggak terawat. Pengendara sepeda jadi paling rentan terpapar polusi. Soal parkir khusus sepeda, belum banyak gedung di Bandung yang menyediakan space khusus. Setahuku sih baru di BEC ada yang ada. Si kuning juga terpaksa disandarin gitu aja di parkiran mobil.

Yah ... orang boleh bilang sepedahan tu cuma living dangerously. Tapi buatku nggak ... ada kesenangan tersendiri kalau sepedahan. Soal urusan gaya hidup hijau atau cuma ikutan trend b2w, gak ada urusannya. Nyepeda cuma buat seneng-seneng aja, sekaligus olah raga. Kalau ikut mengurangi polusi, itu bonusnya ....

Kalau gak ada urusan, nanti pasti nyepeda lagi baliknya .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar