Halaman

Waktu menunjukkan

Pencarian

Selasa, 12 Agustus 2008

Ruwetnya Pemilihan Adipati

Nggak tahu kenapa, kok tiba-tiba kepikiran sebuah cerita dari negeri antah berantah tentang ribetnya pemilihan adipati di suatu negeri.

Di suatu negeri yang masih dirundung kegelapan, mangsa depan akan mengadakan pemilihan adipati yang baru. Para calon adipati saling berlomba mengajukan pemikirannya dan angan-angannya tentang suatu negeri yang gemah dipah loh jinawi tata tentrem kerta raharja, apabila calon adipati tersebut diberikan kesempatan memimpin negeri antah berantah tersebut.

Seolah tak mau kalah, para punggawa calon adipati tersebut yang kini tergabung dalam pengageng negeri berlomba-lomba mendukung calon adipati masing-masing dan mengajukan 1001 syarat untuk menjadi adipati. Syarat itu bukan tanpa tujuan, ini sengaja dibuat untuk meloloskan calon adipati yang didukungnya dan (diharapkan) akan mengganjal calon adipati lainnya.

Pertama, calon adipati harus lulusan pawiyatan luhur, kalau perlu pawiyatan luhur kasta ketiga. Kalau sekedar padhepokan biasa saja nggak boleh jadi adipati. Rasa-rasanya aneh juga, masa harus lulusan pawiyatan luhur. Kemampuan jadi adipati nggak bisa diukur dari hal ini. Banyak lulusan pawiyatan luhur yang menggunakan ilmunya untuk memplekotho rakyatnya. Lulusan pawiyatan luhur juga bukan jaminan bahwa calon adipati bersangkutan sanggup membawa pencerahan negeri ini. Mereka selama ini hanya bisa berangan-angan menjadi adipati, karena belum diberi kesempatan.

Wacana berikut, adipati berikut setidaknya berasal dari desa dimana kedhaton berada. Dengan syarat ini, diharapkan adipati yang baru mendapatkan dukungan dari warga sekitar kedhaton. Apabila adipati yang baru bukan warga sekitar kedhaton, dikhawatirkan akan timbul kecemburuan dari warga sekitar kedhaton. Hmm ... ketakutan yang berlebihan.

Syarat yang masuk akal, adipati tidak pernah bermasalah dengan bhayangkarapraja, baik urusan maling, madat, minum, madon, maupun main. Gimana mau jadi adipati kalau hobinya malima.

Nggak kalah pentingnya, adipati kudu ngerti ilmu tatapraja. Dengan bekal ilmu ini, adipati diharapkan mampu membawa negeri ini ke dalam pencerahan, bukan malah tambah mblusukke.

Dan masih banyak syarat yang diajukan para pendukung calon adipati masing-masing. Dari syarat yang bisa diterima akal sehat, setengah sehat, seperempat sehat, sampai yang nggak sehat dan sama sekali absurd.

Merasa sanggup menjadi adipati kembali, adipati lama mengagung-agungkan pengalamannya memimpin negeri. Jangan serahkan negeri pada calon adipati yang belum berpengalaman. Mau dibawa kemana negeri ini kalau dipimpin adipati yang tidak berpengalaman. Jangankan memimpin negeri, lha membina biduk rumah tangga saja gagal ....

Calon adipati yang masih muda juga nggak mau kalah. Lha selama adipati lama memimpin, sampeyan sengsara terus. Kalau negeri ini dipimpin adipati ini lagi, makin berpengalaman sengsara. Itu namanya goblok, sengsara kok mau terus diulang ....

Pemain ludruk juga nggak mau ketinggalan, pengen juga jadi adipati. Pemain ludruk ini sangat terkenal seantero negeri, nggak ada di negeri ini yang nggak kenal. Soal ilmu tatapraja, tau deh, ngerti apa nggak. Yang jelas, pemain ludruk pernah jadi adipati, di atas panggung ludruk. Turun dari panggung ludruk, jadi balungan kere lagi. Pokoknya si pemain ludruk ini merasa dirinya sudah memenuhi 1001 syarat untuk menjadi adipati.

Edan, rame banget yang mau jadi adipati. Siapapun yang nantinya jadi adipati diharapkan aja lamis, aja mblenjani janjine serta sanggup membawa negeri ini kepada pencerahan, negeri sing gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja. Dan, yang gagal jadi adipati jangan sampai ilang warase. Di negeri seberang sudah kejadian, gagal jadi adipati, utange akeh, ditinggal bojo, dadi gendheng. Wis cupet pikirane, milih mati wae ... nanging iso digagalke karo para bhayangkarapraja.

Yo wis ... sing kepingin lan arep dadi adipati, monggo maju, tapi jangan sampai lupa aturan main. Sing arep milih adipati, padha pilihana sak senengmu. Sing wegah milih adipati, ya ora usah milih, tapi jangan mempengaruhi mereka yang mau milih, untuk tidak memilih adipati.

Salam damai ....

Apabila ada kesamaan waktu, tempat dan pelaku dalam cerita ini dengan kejadian nyata, cerita ini hanya dimirip-miripkan saja dengan kejadian nyata di negeri seberang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar